Sabtu, 23 Juli 2016

teknik pemasaran dunia

Teknik pemasaran mungkin memang berguna mengaburkan objektifitas pembeli. Diskon, beli 2 gratis 1, ataupun harga khusus di waktu tertentu, hanya membuat pembeli melupakan antara kebutuhan dan keinginan, bahkan kualitas terabaikan.

Mungkin memang seperti itu pula dunia bekerja. Mengaburkan, melenakan, menyesatkan perlahan dalam kesenangan dan kenikmatan. Terkadang saat tersadar itu justru lelah, sakit dan pedih. 

.......

Blu plasa Bekasi, 17/05/2016
Poetoe

Makan siang

Di restoran, suatu siang
memilih tempat duduk di sudut terbaik 
hingga dapat tetap nyaman walau berlama lama duduk di sana.
Menu dan sajian menjadi bukan yang utama,
melainkan tema bincanglah yang kami butuhkan...

Maka bertuturlah, 
tentang dominasi, cara memimpin, biasa vs luar biasa, dan banyak lagi 
Aku bahkan kehilangan ingatan atas detailnya....

Lalu mengapa, atmosfer itu tetap terjaga?

Semalam aku tersadar, mungkin ada luka jiwa yang serupa...
Memang latar belakangnya berbeda, 
namun cara respon kami serupa... entah.

Jangan-jangan kami sama sakit jiwanya.

Jakarta, 16/07/2016
Poetoe

membaca berita

Hmm... aku membacanya,
kejadian kejadian ini pastilah terhubung
Coba saja renungkan.... ada pengampunan pajak, ada eksodus pekerja asing, ada banyak ide ide baru tentang pendangkalan akidah yang marak. ..

Ah... sulit mengatakan ini bukan konspirasi.

Aku khawatir, sangat khawatir.
Ini perang, iya... ini perang dengan gaya yang berbeda.
Caranya seakan akan santun. Padahal sejatinya norak, kasar dan kejam.
Norma direbus, keyakinan disayat sayat.

Senjakala....

Aku menatap dinding saja, berita saban hari hanya menggelisahkan, lebih baik menepi.
Angkat tangan, dan serius memohon pertolonganNya... wahai Sang Penguasa Makar... lindungi kami.

Aamiin.

Bekasi, 17/07/2016
Poetoe

belajar tentang hati

Terbangun tengah malam dan hujan. Seperti jawaban atas betapa teriknya sehari ini. Melirik rak buku, teringat kurikulum belajarku yang aku tetapkan sendiri di bulan Ramadhan lalu, saatnya perbanyak membaca buku dan belajar tentang hati.

Selalu menarik, karena yang ada di hati adalah endapan. Menangkap maknanya mesti dalam ketenangan. Karena dalam air keruh semua jadi tak terlihat, biarkan reda. Saat mengendap itu yang "sebenarnya" akan terasa.

Ini pula yang aku gunakan untuk menekan rasa tersinggung saat seseorang marah ke kita. Aku harus memahami, dia sedang marah. Dan sejatinya dia pastilah bukan apa yang dilakukan dan dia ucapkan saat marah. Bagaimanapun juga marah hanya ekspresi, hanya permukaan. Substansi dirinya ada dalam endapan, dalam hatinya.

Demikian juga saat kita perlakukan diri kita, bagaimana menahan marah? Salah satunya adalah pertanyaan : mengapa harus marah? Atau: apakah perlu marah? Atau bisa juga : efektifkah hasil dari marah kita? Jangan jangan membiarkan itu lebih tepat. Ahai.... jadi naif aku.

Sudahlah... aku harus segera akhiri dan kembali tidur. Yang jelas di malam ini aku memahami satu hal, mengungkapkan keburukan seseorang itu ternyata tak membuat orang yang yang kita ceritakan itu menjadi semakin buruk, namun sebaliknya justru itu hanya menambah nilai buruk kita. Hiks.

Astaghfirulloh.

Bekasi, 16/07/2015, 00.52
Poetoe

Aku diam

Aku diam. 
"Apa yang kau lakukan saat sendiri? Itulah dirimu yang sebenarnya."

Aku diam. Berpikir banyak tentang syetan yang bersembunyi dalam diri. Ada kesalahanku memang, sejak belia tak mengusir semua syetan dalam diri. Bahkan ada jenis syetan yang aku pelihara. 

Bersama waktu, kemampuan syetan itu pun tumbuh. Semakin kuat dan kreatif. Menunggu aku lengah untuk lalu segera kuasai hatiku. 

Saat aku semakin tua, melemah, syetan justru menguat. Aku semakin terbelenggu. Melepaskan darinya, rasanya harus ada luka. Terlalu erat ikatan, semakin meronta semakin lebar luka.

Senja ini, dengan kesadaran atas kelemahanku ini, aku mengangkat tangan. Menyerah. Aku tak sanggup beranjak tanpa campur tanganMu. Wahai Dzat yang menguasai hati, tetapkan hatiku untuk taat padaMu.

Aamiin.

Jakarta, 13/07/2016
Poetoe.

salamtus Shadr

Enam belas tahun lalu, mendengarkan khutbah jumat di daerah kalibata. Khotibnya masih sangat muda, aku mengenalnya karena ia tetanggaku. Materi khutbahnya menarik, hingga teringat sampai saat ini. Tentang hadits yang mengisahkan Rosulloh SAW saat duduk bersama para sahabatnya, mengatakan bahwa akan masuk ke masjid seorang ahli surga.

Ternyata yang masuk adalah seorang lelaki sederhana, dalam ibadah pun tak ada yang spesial. Hingga para sahabat lain penuh tanya mengapa dia mendapat surga? Sampai ada sahabat yang menginap di rumahnya untuk mempelajari amalan unggulan apa yang diamalkannya hingga menjadikannya masuk surga.

Hasilnya, dia hanya lelaki yang selalu memaafkan orang orang yang melakukan kesalahan padanya, membersihkan hati setiap malam memjelang tidur.salamatus shadr.

Mendengarkan materi khutbah itu, saat itu membuatku menangis. Aku haru. Mungkin karena khotib masih sangat muda, dan penyampaiannya yang pas, juga materi itu menurutku menyentuh. Bagaimana surga hanya untuk mereka yang memiliki kebersihan hati. Sejak itu aku berharap bisa terbersihkan dari rasa benci atas siapapun.

Setiap ada teman yang tidak aku sukai gaya dan sikapnya, maka aku berusaha tetap menyukainya. Bahkan pernah sampai memasukkan dalam doa malamku, agar tampakkan sisi positif dia yang sering nampak menyebalkan.

Biasanya aku berhasil. Rasanya sampai hari ini aku tak memiliki daftar orang yang aku benci. Jika pun ada, aku akan segera menghapusnya dari daftar, dengan mencari sebanyak mungkin sisi positif yang dia miliki.

Harapanku: penuhi hati dengan cinta, bersihkan diri dari benci. Aamiin.

Kamis, 14/07/2016
Poetoe.

penggemar melahirkan haters

Terbangun jelang shubuh, terpikir tentang benci dan cinta. Jika memang hidup selalu seperti bagan koordinat, di mana kita berada dalam dua tarikan kutub, apakah juga lalu kita di antara tarikan benci dan cinta?

Aneh. Aku belum yakin tentang ini...?

Mengapa setiap ada penggemar selalu saja ada haters? Apakah memang seperti setiap ada cahaya maka akan ada bayangan?

Entahlah....

Bekasi, 13/07/2016
Poetoe.

Masihkah kau menyukai langit senja?

Masihkah kau menyukai langit senja, seperti kita dulu, juga aku hari ini?
Menyukainya bukan karena tenggelamnya matahari, atau seburat cahaya lembayungnya, ataupun awan yang melogam.
Suka karena tahu, di mana pun kau berada, mungkin saja kita sedang menikmati langit senja yang sama.

Jika pun ini mendung, apa salahnya....

Betara kala tetap saja terbang mengitari langit., menjemput harapan, dan mengusir keraguan...
Gelisah memang tak ada tempatnya di sini...
tangan memukul dada

Aku pulang. Dengan ketundukan, takut yang sangat atas kesombongan yang mungkin hinggap saat dengan percaya diri aku ungkap jati diriku tadi.

Aku ijin, untuk menangis lagi di senja ini.

Grand Wisata, 12 Juli 2016
Poetoe.

kopi pahit

Hujan siang, dan secangkir kopi pahit
adalah kalimat permisiku pada alam
bahwa aku lelah hari ini.

Tiba tiba saja, kopi dengan gula itu terlalu manis,
aku seperti mendengar gerutu bulir kopi,
yang mengeluh cemburu pada gula,
yang seenaknya mendominasi rasa pada gelas kopi itu...

Aku putuskan siang ini, lebih baik mereka berpisah.

Dan hujan adalah kelakar awan, yang menyengaja menginjak injak bumi dengan derasnya
aku dan sebagian ingatan tentangmu,
mengurung murung di sudut ruang.

Selamat siang, hujan...
Selamat siang, kopi (tanpa gula)

Jakarta, 12 Juli 2016
Poetoe.

tapi aku bahagia

Seperti apa siang, saat tiba-tiba saja kita beri warna
Kanvas waktu kita beri bercak
Semoga bukan hanya noda
Melainkan warna warna indah

Aku bahagia.

Semoga dua kata itu mewakili
Karena banyak tanya yang membuta
Persis setelah tanda tanya itu, langit lalu seolah gelap
Mengurung sepi 
Bergegas berdiri, tiba tiba sendiri 
Hitam
Legam
Tak ada bintang bahkan satu pun
Air mata, ketakutan.

Tapi aku bahagia.

Semoga saja tiga kata ini masih bisa menghiburmu
Walau ada kata tapi
Tetap saja pada akhirnya aku bahagia
Bagaimana tidak
Sementara hari demikian pekat oleh tawa
Bahkan senandung itu, berkali kali aku ulangkan
Memenuhiku hingga senja mengunyah hari.

Iya. Tidak apa apa. Aku bahagia. 

Jakarta, 11 Juli 2016
Poetoe

Apakah cinta itu kutukan?

Seorang teman membuat status tentang pertanyaan "Apakah cinta itu kutukan? "... Jadi terpikir, begitu mengerikannya cinta mengapa disebut kutukan bukan anugrah...

Sampai saat ini aku tak sependapat, jika cinta disebut kutukan. Karena pasti ada yang salah. Cinta semestinya membebaskan, meluas dan memerdekakan. Bukan menyempit, memenjarakan, dan menyengsarakan. 

Mungkin jika kita bertemu dengan cinta jenis ini, maka harus kita evaluasi bagaimana kita memperlakukan cinta itu dengan benar. Jika tetap tak temukan jalan keluar, ada baiknya kita kembalikan pada Yang Maha Cinta. Kita mohonkan petunjuk pelaksanaan dan peta yang tepat untuk menemukan cinta yang benar. 

Ini perkara yang tak mudah, karena tersesatnya di rimba rasa bisa membuat kita terperosok semakin dalam. Gelap dan pekat.

Kita butuh pelita berupa nasehat dan petuah bijak, juga harus disiplin jalani peta yang telah diberikan Sang Maha Cinta.

Semoga perjalanan ini ke arah yang seharusnya. Semoga Dia selalu berikan kekuatan untuk tetap sadar dan nalar jalani hidup ini. Aamiin.

Banjar, 10 Juli 2016
Poetoe.

belik diri

Seharian dalam perjalanan, setiap rehat aku usahakan di masjid atau mushola, sehingga bisa sesaat memberi hormat pada tempat ibadah itu dengan dua rokaat. Ada terlintas, tentang pentingnya ruang untuk menampung mata air ide, seperti belik pada tepian sungai. Menampung mata airnya, untuk dapat dimanfaatkan kejernihan airnya.

Terpikir, di masa senja nanti menyiapkan ruang khusus untuk istirah. Tempat berdiam diri, membaca, diskusi, atau menulis.... semoga dapat terwujud.

Aamiin.

Majalengka, 10 Juli 2016
Poetoe.

Semenjana dalam mudik

Catatan mudik tahun ini, beberapa kali rehat sholat di masjid yang masih bergaya tradisional. Sebelum adzan dilantunkan puji-pujian, di antara adzan dan qomat pun diisi dengan lantunan asmaul khusna. Dan seperti biasa setelah sholat berdoa bersama diakhiri dengan bersalam salaman dengan iringan sholawat.

Sebenarnya biasa saja, tetapi tidak biasa untukku yang sedari kecil bersama tradisi sholat berjamaah di masjid yang berbeda. Karena kami biasa lebih personal dalam berdoa sedangkan dalam masjid yang tradisional ini ritual menjadi terasa lebih komunal. Walau berbeda, aku menikmatinya.

Di perkotaan, masjid-masjid menyajikan menu kajian yang dinamis, cocok buat mereka yang haus ilmu. Akhirnya jadi banyak perbedaan yang tumbuh subur. Karena daya kritis dipupuk, dipelihara dalam kajian keilmuan yang berkecukupan. Sedangkan di perkampungan masjid ĺebih menyediakan ruang untuk mengendapkan pemahaman. Doa dan dzikir yang dominan menjadi menu untuk menenangkan diri.

Dua kutub yang saling mengisi, satu sisi perkotaan yang terbuka, dinamis, dan kritis yang meluaskan wawasan, dan sisi tradisional yang ritual, komunal dan cenderung mistis yang menenangkan, mengendapkan.

Seperti biasa cara pandang sintesis adalah cara pandang kearifan yang sakmadya, semenjana.

Bumiayu, 9 Juli 2016
Poetoe.

bincang di bak mandi

Aku sedikit menunduk, meratakan pandangan pada permukaan air di bak mandi, saat kran masih menyala. Perlahan permukaan air itu mulai rata dengan bibir bak mandi. Jadi terpikir banyak hal, tentang hidup yang penuh dengan tarikan-tarikan. Serupa titik pada bidang koordinat, yang terbangun dari tarikan sumbu x dan juga sumbu y. Dan hidup itu terbangun dari banyak sumbu dan kutub. Menjadi stabil saat kita sudah menemukan titik terbaik.

Adalah kearifan yang terlahir dari pengetahuan dan ketidaktahuan, antara percaya diri dan tahu diri, antara tegas dan kasih sayang, antara tega dan Ä·erinduan, antara iya dan tidak.

Kapan permukaan air di bak mandi itu mencapai batas yang pas dengan bibir bak mandi? Tanpa ada yang meluber tumpah? Kapan kita harus mematikan kran itu?

Kapan kita mencukupkan pengetahuan kita? Kapan kita menghentikan ambisi untuk menang? Kapan kita berani mengibarkan handuk tanda menyerah? Kapan kita tersadar bahwa kita hanya bejana ketidaktahuan dari sesendok pengetahuan kita?

Kapan ada waktu aku akan kembali menuliskan daftar pertanyaan ini, sebelum pada akhirnya nanti pertanyaan-pertanyaan itu akan terjawab oĺeh... "kopi?" Jawabmu. Nah kan... kau memang lebih cerdas dariku.

Bumiayu, 3 Syawal 1437 H
Poetoe

peta kata

Suatu hari kata bahkan bisa terjebak,
tersesat di belukar hasrat,
mana cahaya mana jelaga
menabrak kanan menabrak kiri....

aku terhimpit saja, dalam rongga gelisah
berharap menemukan jalan keluar
namun berputar saja di labirin kerinduan.

Boleh terus kutatap kamu? Agar tak hilang arah,
garis wajahmu adalah peta
senyum itu adalah pelita...

Namun harus segera aku sudahi,
mantra sihir ini mungkin akan melukai,
walau kau bilang punya penawar,
tapi siapa tahu kali ini kau tertusuk tepat di ulu hati.

#sublimasi

Indonesia, 7 Juli 2016
Poetoe

Ramadhan 1437 H #7

Belajar tentang hati itu ternyata luas pembahasannya. Ketemu beberapa buku dengan bahasan ini, petualangan dalam tema ini seru dan menantang. Banyak ulama bahkan mengkhususkan belajar tentang hati hingga harus menempuh perjalanan mencari ilmu yang jauh.

Peran hati memang demikian penting dalam hidup. Memahaminya membuat peta menuju bahagia itu terlihat lebih jelas. Tinggal ketangguhan menjalaninya. 

Semoga dimudahkan. Dan tidak terlambat. 

Muntilan, 30 Ramadhan 1437 H
Poetoe.

Ramadhan 1437 H #6

Mushola Al Ishlah, di kampung halamanku: Muntilan. Tempat yang padat kenangan, karena banyak ingatan lama yang terendap di sana. Ishlah adalah nama yang sengaja diberikan untuk mempertemukan banyak beda dan terikat dalam kesatuan hati. 

Bagaimana denganmu dulu, yang pernah duduk bersama mengkaji ayat dan berbantah tentang pemahaman hukum Tuhan. Selalu saja indah, ketika kenangan itu diputar ulang. Juga tentang anak anak yang semangat belajar membaca kitab suci.... Mengumpulkan mereka bahkan harus kita menggendongnya dari rumah hingga ke mushola. 

Dan saat kembali duduk di sini, sentak ada debar keras. Terasa bagaimana dulu mula mula Dia menyapaku untuk berkrab dengan kitab dan rumah-Nya. Menjadi haru. Saat teringat salah seorang dari kami, kini tak lagi di sini. Karena Dia telah menjemputnya lebih cepat. 

Sebelum akhirnya aku harus berbagi pengalamanku di mimbar kecil di musola ini, ijinkan sesaat aku terdiam, menikmati rindu dan basah oleh genangan kenangan ini.

***menarik nafas, lalu aku lantunkan salam dan tahmid, kumulai acara itu.

Tamanagung, 29 Ramadhan 1437 H
Poetoe

serendipity

Kita selalu menyukai kejutan. Seru dan indah. Adrenalin melonjak. Dan kejutan itu adalah ketidakterdugaan. Sehingga kisah pun akan seru saat penuh kebetulan. Banyak roman cerita yang menyajikan rangkaian kebetulan dengan kebetulan dan kebanyakan dari kita suka.

Bagaimana dengan kita? Sama. Betapa banyak kebetulan yang àkhirnya menjadi bagian dari penyedap rasa pada fragmen rasa yang perlahan kita tinggalkan.

Apa pun itu, serendipity tetap sesuai gambaran kisah kita.

Muntilan 04/07/2016
Poetoe.

keterhubungan antar waktu

Menoleh sesaat ke belakang, jejak.
Bagaimana sekarang telah dilahirkan oleh rahim waktu
Setelah tadi, kemarin, serta dulu.
Bagaimana ditiadakan?
Seperti kita yang tak ada jika nenek moyang kita tak ada.

Bahkan kebaikan kita hari ini, tak bisa lepas dari kekeliruan kita di hari lalu.

Pada akhirnya kita memang harus berterimakasih atas apapun yang telah terjadi.

Muntilan, 28 Ramadhan 1437 H
Poetoe.

Ramadhan 1437 H #4

Kami berbincang tentang bagaimana pengalaman spiritual itu mempengaruhi hidup kita. Rasanya banyak kisah dapat kita pelajari terkait hal ini. Kisah nabi Yusuf yang bermimpi sebelum diangkat menjadi nabi, kisah nabi Ibrahim yang diperintah olehNya melalui mimpi, juga kisah para sahabat hingga tabiin.

Ada yang beruntung, mengalami pengalaman spiritual yang indah, berupa mimpi dan bayangan yang berujung pada mendapatkan hidayah. Bahkan ada kisah dari seorang saudara yang menceritakan perjalanan hidup seorang mantan penjahat yang akhirnya menjadi penghapal Al Qur'an berawal dari perjalan spiritual yang panjang.

Namun banyak juga, yang tersesat karena pintu mimpi dan pengalaman spiritual lainnya. Ada yg tergoda menjadi rekan dari jin karena merasa memiliki kelebihan berkomunikasi dengan alam lain. Bahkan ada yang berpindah keyakinan hanya karena mimpi.

Bagaimana dengan kita? Terkadang ada mimpi yang menjadi mula satu dosa terulang dan terulang. Mimpi menjadi inspirasi atas dosa untuk direncanakan. Berbahaya ya.

Mestinya memang sebaliknya, mimpi itu menjadi inspirasi kebaikan. Di wilayah non fisik ini memang batas demikian tipis. Kesalahan membaca bisa merusak semuanya. Arah menjadi salah, kebaikan justru berjarak, sedangkan dosa justru terbiasakan.

"Semoga Kau perlihatkan yang benar itu benar, dan ringankan hati untuk mengikutinya, dan perlihatkan yang bathil itu bathil dan ringankan hati untuk menjauhinya."

Bumiayu, 27 Ramadhan 1437 H
Poetoe.

Ramadhan1437H #5

Pada akhirnya, nilai kita bergantung pada sikap terbaik kita atas ujian yang Dia berikan. Baik ujian yang menyenangkan maupun yang tak menyenangkan. Demikianlah Dia mengajarkan bahwa "Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, dan sungguh bersama kesulitan itu ada kemudahan."

Kita diuji dalam setiap kondisi, untuk menemukan sikap terbaik dibalik kesulitan maupun kemudahan. Semoga kita mampu untuk selalu tersenyum dan optimis saat hadapi apapun dalam hidup ini. Karena ini hanya perkara bagaimana kita menemukan sikap terbaik kita, hingga kita dapat poin nilai dalam ujian hidup ini.

Aamiin.

jelang penghujung Ramadhan 1437 H
Poetoe.

Ramadhan1437H #3

Di sepuluh hari terakhir ini, aku jadi memiliki lebih banyak waktu untuk sendiri. Jadi mengerti mengapa terkadang tak mampu memahami sesuatu secara jelas, ternyata karena jarak demikian dekat dengan objek. Sesekali memang harus mundur kebelakang, zoom out, maka akan nampak lebih banyak pola hubungan objek dengan hal lain.

Terlalu dekat menatap membuat sempit semesta pembicaraan. Membuat terlalu fokus atas hal yang ternyata tak terlalu penting dalam hidup kita.

Aku coba lanjutkan saja, duduk diam berlama lama. Mematut diri. Seberapa pantas kita disebut sebagai manusia yang utuh.

Ramadhan 1437 H
Poetoe

Ramadhan1437H #2

Saat kita kehilangan cara untuk bicara,
kita tuna media,
maka doa adalah cara terbaik.

Demikianlah, jika ekspresi atas kerinduan adalah doa, maka tak ada cinta yang sia-sia.
[Posting yang sama, karena merasa masih suka dengan kalimat di atas. Ramadhan 1437 H]

Merindukan sunyi....

Tiba tiba aku merasa membutuhkanmu. Aku butuh duduk dan berbincang denganmu sambil menghabiskan senja. Ada yang ingin aku bincangkan. Tentang era pencitraan ini. Aku lelah, untuk tetap bertahan ternyata tak mudah. Bertahan untuk tak lalu tenggelam dan terbawa arus ke arah perjuangan atas persepsi saja, sibuk berbedak demi berhala citra.

Berbincang denganmu bisa menjadi obat. Karena dunia dari cara pandangmu benar benar berbeda dari cara pandang orang kebanyakan. Beranjak dari cara pandang wajar namun justru bersikap sangat normal. Miskin hentakan dan kegaduhan. Tertawa kecil saja kita di ceruk sempit itu. Sisi luar yang tak terperhatikan. Aku sungguh betah di sudut itu.

Sunyi, mungkin kau memang tak punya cukup waktu untukku senja ini. Karena hingar bingar terlalu mendominasi. Bahkan angin yang biasa lembut itu pun kini kasar manampar pipi. Tapi, Sunyi. ... kumohon luang kan waktumu di malam nanti. Aku butuh kamu, butuh duduk dan berbincang sambil perlahan tenggelamkan malam, dalam benak kita, dalam endapan rasa kita.

Halte busway Pancoran Tugu, 15/06/2016
Poetoe

Ramadhan 1437H #1

Mungkin ini memang tentang bagaimana kita mengisi malam malam kita di bulan penuh berkah ini. Adalah bagaimana kita menghisap energi langit, melalui rapal doa perlahan. Tumbuh keyakinan, akan selalu ada solusi atas segala masalah. Terkadang pintu keluar itu mengejutkan kita, tak menyangka Dia beri solusi dengan cara sederhana.

Demikianlah, bagaimana terjaga pada dini hari itu menguatkan. Membangun Impian positif, sehingga kita bisa membawa senyum hari esok itu di hari ini. 

Poetoe. 2016 

Asing

dalam keterasingan
duduk bersimpuh saja
jarak semena-mena pisahkan
namun pantang ada duka
karena yakin bahwa energi doa melampaui semua
lalu aku terjerambab dalam kubang sesal karena pengulangan,
sementara kau dalam kesadaran bahwa selalu ada peran dosa kita dalam setiap musibah
dan berdualah kita menangis
pada masa yang sama
namun jarak yang berbeda

keterasingan yang tetap mengikat
dalam simpul doa
atas permohonan ampun
segala salah segala alpa.

kita.

Bekasi, Ramadhan 1437 H.
Poetoe

Ma’al Quran



Dalam bulan ini, aku mencoba lebih banyak membaca buku puisi ini. Berisi kata kata Nya. Berusaha menikmati keindahannya, indah secara bunyi, indah pula secara makna.


Karena memenuhi otak dengan Bacaan ini, membuat hati lebih tenang. Seperti ada dahaga yang terobati. Mengulang ulang bacaannya pun tak membuat bosan. Justru lebih sering dibaca jadi lebih nyaman. Seperti menyusun mozaik, yang perlahan mengutuh di jiwa. 


Qur'an memang energi, penggerak mesin diri, saat letih diri dan letih hati. Seolah charger saat batré jiwa mulai low.


Berharap suasana ini lebih lama.  


Bekasi, 12 Juni 2016

 Poetoe.

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...