Selasa, 30 Mei 2017

Cahya malam

Kita bersandar pada sopan dan tabu
Menunduk dan senyum secukupnya
Melupakan binar binar keonaran yang tertahan
Walau pasti semua telah sama terbaca
Pada detik
Pada jeda nafas

Namun

Berlalu saja

Bukankah ini binatang buas yang telah kita mengerti bahayanya
Jadi pastikan kerangkeng itu terkunci
Dan nikmati semua dalam batas
Rantai yang dingin kokoh

Duh

Bahkan pada tanda waqof itu tak sempat aku bubuhkan percakapan.

Selamat malam.

Poetoe 2017

Senin, 22 Mei 2017

Langit

Tak pernah berhasil mendefinisikan
Tiba-tiba terasa dan lalu terjadi
Tak peduli jeda waktu
Nyaris separuh
Tatap mata dan senyum menjadi pengganti
Berbait bait kata
Kesepakatan lahir dari telepati dua hati
Cinta?

Berakhirlah hari pada cemeti waktu
Harus terhenti
Dahi dan leher hangat
Khawatir
Sayang?

Iya.
Sayang.

Bekasi, 2017
Poetoe

Menjadi baik 2

Ternyata aslinya kita itu baik. Defaultnya kita itu baik. Sesuai aturan, tak menyakiti orang lain, jujur apa adanya, rumah, ingin selalu bermanfaat untuk orang lain. Itu asli kita.

Karenanya saat kita lakukan hal buruk, pasti muncul perasaan tak nyaman. Kebahagiaan kita berkurang. Semakin jauh dari hal hal baik, maka semakin tidak bahagialah kita.

Mungkin demikianlah peran neraka dalam dosa kita. Menyiksa kita bahkan saat masih di dunia, berupa rasa tak nyaman dan sakit hati di setiap perbuatan buruk kita. Dan sebaliknya saat kita jalani hidup sesuai defaultnya, yakni selalu dalam kebaikan, maka kita akan bahagia.

Seperti sakit hati, ternyata bisa kita hindari dengan meningkatkan kualitas ikhlas kita. Pada akhirnya seburuk apapun yang terjadi, kita selalu punya alasan untuk tetap bahagia.

Bekasi, 27/04/2017
Poetoe

1999-2017

Begitu banyak waktu telah kita habiskan bersama. Namun sebanyak apa pun, aku masih merasa kurang. Karena aku lelaki manja, sebisa mungkin pilihan yang ku ambil adalah tak jauh dirimu.

Memang harus aku akui, walau tak jauh, aku sering juga terlihat terlalu asyik dengan duniaku, tanpamu. Tapi tak lama aku akan kembali kehausan. Karena bersamamu itu perigi, penyembuh dahaga hati. Seringkali ini menjadi bebanmu, karena dalam istirah itu, aku justru menjadi menyebalkan. Melepas luka lelah itu tak mudah. Maafkan aku.

Saat kau letih olehku, aku sedih. Karena kau rehatku, sementara aku justru menjadi bebanmu. Aku malu, tak pernah cukup baik untukmu.

Mungkin ini justru berkah, saat terbuka ruang yang luas untuk terus berusaha. Bukankah yang dinilai itu adalah usahanya? Sehingga ladang kumpulkan nilai itu lebih banyak tersedia untuk aku punguti.

Aku selalu berharap, kau mau bersabar. Beri waktu untuk terus berbenah. Dan pintaku jangan tunggu aku selesai berbenah baru kau bahagia... bahagialah sekarang juga. Bahagia dalam proses, bukan pada hasil.

Jakarta-Bekasi, 05/04/2017
Poetoe

Menjadi baik

Menjadi orang baik itu sederhana:
Jangan marah.
Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia.
Perbanyak menolong orang, jangan merepotkan orang lain.
Bermanfaat untuk orang lain.
Jangan riya, jika amal baikmu bisa tak terlihat itu lebih baik.
Jangan merugikan orang lain, jangan dholim, penuhi hak mereka.

Sudah itu dulu saja. Sederhana kan.
Sederhana namun tak mudah.

Bekasi, 30/03/2017; 23:54
Poetoe

Semenjana itu bijaksana

Angin
Ingin
Waktu mengunyah mimpi
Terlalu keluar jangan
Terlalu ke dalam

Jangan

Lebih baik menggantung
Tidak kanan tidak kiri
Atau kanan sekaligus kiri
Entah

Kau berlalu
Mendelik pada hening
Basa basi lebur

Semenjana itu bijaksana

29/03/2017
Poetoe


Tawadhu

Masalah kita justru dimulai saat kita merasa memberi terlalu banyak. Biasanya berlanjut dengan anggapan bahwa kita menerima terlalu sedikit. Lalu lahirlah tuntutan atas hak, dengan disertai beberkan daftar pengorbanan kita.

Saat itu juga, ikhlas kehilangan kekuatan. Hidup menjadi adonan hambar, jual beli pengorbanan yang naif. Kita tiba-tiba berubah menjadi sekumpulan bocah tanpa malu, berebut harga diri, padahal sejak kita "merasa" telah berkorban terlalu banyak itu, diri mungkin tak lagi berharga.

Mungkin memang harus duduk diam sesaat, menunduk saja. Menghadirkan kerendahan hati. Benarlah batu mulia terkeras itu ada di dasar bumi terdalam. Demikian pula hati.

Merendahlah. Merendahlah.
Mengalahlah.

Masalah selesai dengan merendah. Karena saat hujan peluru itu, tiarap akan menyelamatkan. Berdiri gagah pongah yang membuat terbunuh.

Bekasi, 20/03/2017
Poetoe

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...