Selasa, 31 Oktober 2017

Kopi masa lalu ku.

Saat menoleh ke belakang,
rimbun ilalang kenangan menghadang
tak ada kamu
hanya sepi

Dan kemarin itu serupa ruang lama
perabot tua berdebu
ada ngelangut yang getas
tak menduga telah sepanjang ini perjalanan
bekal memang masih
tapi lelah menggigit betis.

Terduduk aku di kursi taman.

Kau ada di hari ini dan nanti,
tapi kesinilah, temani aku
bermainlah kita sejenak di rimba lama
ruang ingatan yang sama
mungkin kau akan bosan,
tapi duduklah sebentar saja
biar kau paham bagaimana aku isi lalu-ku dulu,
sebelum kau diciptakan ada untukku.

Dan kopi aku aduk perlahan bersama masa lalu, yang telah dikemas dalam sachet 2.000an.

Cawang, 01/11/2017
Poetoe.

Bulan dalam mimpi

Mimpi lalu terjadi
Detail adegannya jelas
Imaji menyata
Bahkan posisi duduk
Juga caramu mengangkat gelas
Persis.

Namun mimpi tak sanggup
Menarik percakapan kita utuh
Yang tersisa setelah terjaga
Hanya nada suara kita
Kau gunakan nada fa
Sedang aku re
Kata kita sahut bersahut

Dan purnama dalam mimpi
Tak sekedar kita tatap
Melainkan aku rengkuh
Karena aku terbang perlahan
Tanpa sayap
Hanya nafas yang kusesuaikan dengan senyap
Awan juga angin
Sejuk juga dingin

Sampai tanganku menjamah bulan
Hangat
Nyaman di tangan
Dan aku seperti sangat enggan untuk terbangun.

Bekasi, 27 Oktober 2017
Poetoe.

18 tahun kita. (25 Oktober 1999-2017)

Bagaimana kita di tahun ke-18 ini? Catatanku tentangmu adalah konsistensimu, untuk tetap menjadi pendampingku yang berkualitas. Adalah perhatian yang tertatap tajam ke arahku. Kekhawatiran atas sakit kepalaku, atas telat makanku, atas tak dapat dudukku di angkutan umum, atas minimnya jumlah jam tidurku, dan atas banyak hal lain. Sekali lagi, nilai rapormu tahun ini melampauiku. Lagi.

18 tahun bukan tahun pendek. Sudah teramat sering kita duduk berdua sailing membaca. Perlahan verbal kehilangan perannya, karena hal lain di balik kata-kata itu lebih terbaca jelas sekarang. Verbal hanya menjadi piranti penegasan atas apa yang kita sudah sama mengerti.

Teringat dulu sebelum menikah, pernah kubaca dari sebuah buku, bahwa hubungan yang sehat bukanlah hubungan yang didasari keinginan untuk mengubah pasangan. Karenanya aku takut jika terlihat ingin mengubahmu. Jika pun kenyataannya ada harapan perubahan, aku hanya ingin dirimu tumbuh di sisiku. Kita tumbuh bersama. Semoga demikian adanya hingga akhir hayat nanti. Tumbuh bersama.

Ke depan aku masih punya tugas. Pembuktian atas hubunganku denganNya yang seharusnya meningkat di 2 tahun setelah 40 tahunku. Usia spiritual itu selama ini masih terbengkalai. Tentu aku membutuhkanmu. Untuk tetap sabar bangunkan aku di sepertiga terakhir malam kita, juga untuk tetap telaten mengingatkanku atas tilawahku.

Bantu aku, agar bisa menjadi imam yang baik untukmu juga untuk anak-anak kita. Aamiin.

Bumyagara, 25 Oktober 2017
Poetoe.

Hujan senja. Kamu.

Hujan menabur kesejukan yang ranum
Kedamaian mendorong dengki keluar dari ruang hati
Aku enggan bertengkar lagi
dengan teori yang semakin angkuh
Mencibir ketundukan
menyebutnya pengecut
meremehkan tulus
menganggapnya pecundang

Abaikan aku
Biarkan tarianku di bawah hujan ini
Yang mampu mengisi senja
Hingga malam

Dan rebahlah jasad
Di tanah basah
Aroma rumput
Menyeruak penuhi rongga otak

Aku membutuhkanmu.

Tugu Pancoran, 23 Oktober 2017
Poetoe

Tumbuh dewasa dan menua

Dulu
Saat muda masih mula mula
Cinta adalah takut kehilangan
Rindu adalah gelisah ingin bertemu
Dulu
Berita tentangmu adalah nutrisi
Semua tentangmu wajib termengerti

Namun Dunia ajarkan hal beda
Tak mengerti tak lalu mati
Akan menyiksa saat tak ada berita
Adalah karena duga
Kenapa tak bunuh saja duga
Saat ia masih jadi benih
Bila perlu pasang kontrasepsi
Agar duga tak terlahir lagi dari rahim hati

Yang tersisa
Nanti
Adalah permukaan telaga yang jernih
Dan daun kering kecoklatan itu tenang mengambang
Seolah bercermin saja
Indah.

Hening
Wingit yang ngelangut.

Subang, 21 oktober 2017
Poetoe

Halte kita

Halte adalah tempat menanti
Serupa Dunia, tempat menanti
Iya menanti mati

Dalam halte bisa banyak yang terjadi
Menunduk saja, sibuk dengan telepon genggam
Atau berdiri saja menatap kosong ke depan
Atau sibuk perhatikan sekitar
Atau gelisah
Atau membaca buku. Seperti kita. Hingga buku perkenalkan kita.

Dan hidup memang harus diisi
Seperti juga penantian lain
Saat bosan menyerah
Bisa saja kita terjebak pada rasa
"hidup terlalu lama dijalani..."

Baiklah aku menanti di sini
Berharap bersama
Hingga waktu betah tersenyum di antara kita.

Jakarta, 19 Oktober 2017
Poetoe

Lini Masa (untuk seorang sahabat)

Lini masa bergerak lurus
Garis saja
Tapi cabikan di sekitarnya beragam rupa
Ada sayatan perih dan dalam semasa belia
Lalu luka lain yang tak kalah runyam,
bagaimana tidak... Jika dia tiba-tiba tinggalkan aku. Sendiri.
Pusara dan air mata.

Tak selesai begitu saja. Ternyata
Tokoh baru datang menjajah raga juga rasa
Terlempar tak keruan
Kesedihan menjadi irama
Berulang dan perlahan ternikmati
Air mata mulai terasa tak pantas
Semua kejadian buruk mengintip menunggu nalar lengah
Untuk tiba-tiba menerobos batas
Menyata dalam kenyataan.

Angkutan58, 19 October 2017
Poetoe

Ceruk sepiku

Dia selalu punya cara membuat kita belajar atas semua
Seperti suatu hari saat dipertemukanku dengan mereka
Orang orang hebat itu
Dan barisan kata yang menyempurna sebagai ekspresi dan emosi
Beberapa kali, dinding hati terseruduk makna yang berbenturan
Air mata.

Dan pelajaran itu berlanjut
Hingga pencerahan atas makna puisi
Sebagai rangkaian bait kata
Yang terhubung oleh kesenyapan
Hidup yang terlalu gaduh
Membuat jiwa mudah kecewa
Tersedak ingin yang berjejalan di tenggorokan hati
Kita butuh ruang senyap
Walau sesaat
Seperti interlude dalam sebuah lagu

Senyaplah sejenak
Lenyaplah sebentar saja
Rehat dari rasa sok penting itu walau tak lama....

Semua bermuara pada hening
Sepertiku padamu
Ceruk sepiku
Tempat ternyaman untukku meringkuk. Lama.

Tugu Pancoran, 18 October 2017
Poetoe

Mampang bergerak

Ini rumah, rumah kita
Tempat habiskan banyak waktu
Dalam kerja
Dalam tawa
Bersama

Kita dipersaudarakan
Dalam dimensi ruang-waktu
Kantor kita, Rumah kita
Saat ini

Tugas dan tantangan datang serupa riak ombak di pantai
Hempaskan pepasir
Jika tak bersama, mau bisa apa?
Kita butuh arah dan irama
Untuk terus bergerak bersama
Terus berbenah
Terus perbaiki diri....

Jika pun tantangan itu mampu goyahkan langkah
Kita tengadah namun bukan pasrah
Melainkan meminta pertolonganNya
Karena yakin Dia lah Dzat yang Maha Kuasa.

Kita pastikan hari ini tak sia sia
Dengan esok yang lebih baik dari hari ini.

Mampang terus bergerak.

(Sebagai bahan narasi dalam film profil Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Mampang Prapatan 2017)

Poetoe, 07/10/2017

penuh olehmu

Adalah dahaga yang terobati
Tersiram kerinduan ini olehmu
Tumbuhnya mempadat
Penuhi ruangku

Adalah waktu yang tertanami
Tetumbuhan kenangan ini oleh kita
Bahannya pekat
Perdu rinduku

Kau penuhiku.

Poetoe. 2017

Rindu Bunga

Ini pengalaman pertama. Tidak bertemu anak yang terlama. Satu bulan, tidak bertemu langsung dengan Bunga anak kedua kami. Karena dua pekan lalu saat jadwal kunjungan dia ke pesantrennya tak bisa kami manfaatkan, berbenturan dengan acara resepsi pernikahan adik sepupu kami. Sebagai ayah, seorang laki laki, terkadang malu untuk mengaku rindu. Benarlah memang kerinduan itu tentang pemberian harga atas ketiadaan. Saat tak bersama dalam waktu lama, rasanya jadi berat.

Rindu bertemu anak ini rasa yang kelak mau tak mau harus dibiasakan dan dikuasai. Karena semakin beranjak dewasa, mereka, anak-anak kita pasti akan sibuk dengan kehidupannya. Sementara kita, sebagai orang tua justru semakin tak sibuk. Semakin besar potensi untuk berlebihan menyikapi ketidakberadaan mereka bersama kita.

Hari ini, setiap menitnya menjadi berarti. Karena nanti jelang sore, Bunga pulang, isi waktu pesiarnya di rumah. Walau hanya sehari.

Bekasi, 07/10/2017
Poetoe

binari

binari menjadi penghubung,
kata kata menghati
rindu tercongkel'
menggelegak ke permukaan
pada ke-apaadaan
menjujur
tak lagi tertutupi

untuk apa malu
toh semua telah saling termengerti
ada ceruk dalam yang menyimpan badai
tertahan lama
wajar jika ditumpahkan saat ini

dan terulang
penuhi syarat minimal habituasi
beruntun
pagi berkeringat

jam dan nalar adalah satpam
dengan sopan persilakan hasrat menepi pergi
baiklah

detak jam
dan detak jantung juga nadi
perlahan menyerasi.

Bekasi, 05/09/2017
Poetoe

#istri

Seperti pagi
terburu waktu terbagi
secangkir kopi
tetap saja terhidang
kau ada
begitu saja

Bagaimana kau ubah makna
saat nafas itu demikian dekat
kau ada
selalu saja

Demikian kita hadapi
gelora itu ringkas dalam genggam
debar tak lagi menyiksa
karena redam
oleh senyum
Teratai terendam
kau ada
semoga selamanya.

Bekasi, 11/09/2017
Poetoe

Belajar dari kekalahan dan kemenangan.

Dari kemenangan akan tumbuh percaya diri, dari kekalahan akan tumbuh tahu diri.

Dalam kemenangan ada bangga diri yang dapat silaukan mata hati, hingga tak nampak lagi hikmah dan ilmu. Demikian halnya kekalahan, ada kecewa dan sakit hati yang bisa mengotori mata hati, menjadi kusam dan tak lagi jernih.

Dari kemenangan kita dapat belajar jika tak terjebak pada bangga hati. Demikian pula kekalahan, akan menjadi pintu hikmah, selama kita bisa lewati jebakan kecewa dan sakit hati.

Keduanya semestinya tetap diakhiri dengan rasa syukur.

Seperti semalam setelah kekalahan tim nas PSSI vs Tim Malaysia, menonton beritanya di pagi hari, membuat harus teteskan air mata. Bagaimana tidak, sesaat setelah peluit pertandingan usai, pemain Indonesia bergelimpangan, rebahan di lapangan. Menangis. Lalu beberapa pemain Malaysia datang menghibur. Evan dimas sang Kapten, ikut membangunkan mereka satu satu, lalu mengajak mereka bersujud syukur, bahkan bersama pemain malaysia. Terbayang, pasti itu sujud syukur yang indah.

Mungkin benar, tanpa kecewa dan sakit hati yang berlebihan, kita dapat belajar lebih banyak dari kekalahan.

Indonesia, 27/08/2017
Poetoe

Kisah Kopi #1


Ini tentang siang yang tak biasa
Saat terlambat minum kopi
Dan sesenggukan itu
Air mata yang tumpah tanpa basa basi
Menghentikan langkah
Arus itu berputar sesaat di ceruk waktu
Dan kisah lalu menguliti luka
Tersadar masalah demikian akrab memeluk hati
Telah berapa wajah hadir dan hanya sajikan ketidakpastian yang panjang

Genggeman tangan sahabat
Dan uluran nalar atas rasa yang hancur
Mentabik
Mengajak tetap bertahan di keyakinan atas harapan.

Jakarta, 18/08/2017
Poetoe

Nutrisi rindu

Duduk bersandar di sana
Berjarak
Hanya sesaat kusapa lewat tatap mata
Tanpa cakap personal
Hanya kata kata yang aku tumpahkan
Ke segenap sudut
Kubiar mereka jadi penggalan mozaik
Entah akan terbaca atau tidak

Bukankah percakapan adalah "saling"
Kebertautan
Tak pasti lalu bertukar makna
Terbiar saja dalam jeda
Dan diam saja cukuplah
Ada-mu saja di sekitar telah cukup kenyangkan lambung rinduku.

agustus 2017
Poetoe, 

D

Sampai pada suatu hari,
Saat namaku dipanggil
Dan ada wajah itu, saat aku menoleh

Nyaris tak aku kenal.

Hampir3 detik kosong....
Lalu senyum
Tabik

Dan bahagia menjadi cerita utama pagi hingga sore.

Pertemuan
Tak sengaja
Menjadi bukti
Memang tak berkesudahan

Mantan

Bagaimana mantan menurutmu?

Seorang yang dulu pernah demikian dekat, mengisi banyak waktumu. Namun karena memang tak berkesesuaian takdir, maka kalian terpisah. Awalnya kecewa, bahkan mungkin ada air mata. Namun bandul akan menemukan titik kesetimbangannya. Pedih, perih, pengabaian, mencoba lupakan, jalani hidup, lupa beneran.... air kembali tenang.

Lalu setelah dua puluh lima tahun, mungkin, kembali bertemu. Senyum, sapa, canggung, secangkir kopi, basa basi, obrolan masa lalu, akhirnya tersenyum bahagia. Seperti temukan yang lama hilang.

Setelah itu kembali akal sehat menguasai. Air kembali tenang. Biasa saja.

Begitulah, mantan, rendaman ingatan.

Siang, 19/07/2017
Poetoe

kecewa

Lalu aku harus menulis lagi. Tentang rasa yang sesuai pesanan seorang teman: Kecewa. Kata apa yang pantas aku tuliskan untuk memulai gambaran tentang kecewa? mungkin harapan. Iya karena mula dari kecewa adalah harapan yang yang tak dapat menyata. Bayangkan saja jika tak ada harapan itu, tentu tak ada pula kecewa.

Tapi aku tak mau senaif itu. Khawatir ia merasa dipojokan, lalu ia akan menjawab, terus yang salah itu harapanku? dan mungkin banyak kalimat lain. Karenanya aku tak jadi memulai tulisan ini dengan membahas makna harapan. Aku justru mau berbincang tentang air di kolam.

Ada apa dengan air di kolam? Kolam ini kolam kecil di depan rumah. Endapan lumpur di dasarnya sudah cukup tebal, hingga anak ikan terkadang menyelam ke dalam lumpur saat ia bermain petak umpet dengan teman-temannya. Saat sirip ikan itu bergerak, lumpur terkoyak, lalu air kolam menjadi keruh. Akan semakin keruh saat anak ikan itu semakin masuk ke lumpur. Jika saat itu teman anak ikan melihat tentu akan ketahuan di mana anak ikan itu sembunyi, karena keruhnya ciptakan jejak. Beberapa saat setelah itu, lumpur kembali mengendap, air kembali jernih. Begitulah.

Lalu cerita macam apa ini, apa hubungannya dengan tema kecewa? Kecewa adalah kepakan sirip yang keruhkan air kolam, dan kecepatan air kolam kembali jernih dengan endapkan lumpur adalah kemampuan hati kita untuk sembuhkan sendiri kecewa itu.

Entahlah. Semoga ia tak kecewa saat membaca tulisan pesanannya....
jikapun kecewa, semoga keruhnya lumpur segera mengendap, dan air kolam kembali jernih. Aamiin.

Ruang kantor, 19/07/2017
Poetoe.

Ada yang berbeda.

Lalu piranti komunikasi sosialku tiba-tiba gaduh. Banyak ucapan selamat hari raya dan permohonan maaf lahir dan bathin. Juga rangkaian doa, saling mendoakan.

Ada yang lalu berkurang, adalah percakapan ke langit. Sebulan ini curahan hati ke atas demikian riuh. Rapal doa dan dzikir, juga rukun ibadah yang tertunaikan. Seperti tergantikan, dengan interaksi sosial yang masif. Mudik. Silaturahiem.

Semenjana, semestinya tetap terjaga keduanya. Intensitas hubungan vertikal sekaligus horisontal. Terjaga pula walau di luar Ramadhan. Hingga kita menjadi bagian dari Rabbaniyun tak sekedar Ramadhaniyun.

Aamiin.

Bumiayu, 29 Ramadhan 1438 H
Poetoe

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...