Rabu, 31 Januari 2018

Pagi yang mendung

hujan semalam kenangan hanyut tenggelam
tak ada aksara sisa
hanya air mata

embun pagi yang bergelanyut manja di ujung daun
serupa pesan bahwa tiada yang selamanya di sini
bahkan cinta,
mungkin hanya pecinta yang hilang akal yang berani mengatakannya
selamanya cinta. huh.

karena angin lembut saja
cukuplah untuk jatuhkan embun
lalu musnah di rerumputan

menatap tempat matahari terbit
namun tak juga terlihat
hanya suram cahaya
pagi dalam mendung yang cekung

aku tak lagi berani menunggumu.

Bekasi, 01022018
Poetoe

kita dua namun satu

kita dua namun satu saat berhadapan
saling tatap dekat
mimpimu jelas terbaca
juga mauku
namun nyata tak lalu sepakat
membuyar saja dalam maya
lebur menjadi remah kenyataan
terserak saja

kita dua namun satu saat bersama kuasai waktu
ubah 5 menit itu rasa sewindu
semua menjadi fragmen dengan durasi terpendek
namun padat makna

ada gemuruh rindu yang membentur dinding
ada gelisah ranum yang tercekat
tertangkap oleh genggam tangan
yang erat meremas tiang pegangan tangga
ada iya dalam wajah penolakan itu

dan cut.

semua usai, bersama angin meniupi nurani

menunduk dalam seharian.

Bekasi, 31012018
Poetoe

di bawah hujan sore

di bawah hujan yang sederas-derasnya
curah hujan yang basah juga gelisah hati
bertubi tubi menciumi bumi juga nyali

resah kita adalah bukti ekspresi dosa
tercecer di sepanjang hari
meneteskan noda, bercak membercak
berharap hujan menghapusnya
menghapus jejaknya

cinta dan dosa gigit menggigit
ragu dan cemas remas meremas
rindu dan malu bersenandung lirih

sudahlah....

Bekasi, 31012018
Poetoe

nihil

angka nol, adalah keseimbangan.
adalah titik pertemuan garis absis dan ordinat.
dan kita sibuk bagaimana bergerak ke kanan dan ke atas. meraih harapan padahal pasti melelahkan.

pertanyaan setelah berhasil adalah lalu buat apa? terus dilanjutkan dengan lalu apa? dikejar terus kalimat tanya, hingga iya sih.

pada akhirnya adalah kembali ke titik nol.

seperti puncak dari bunyi adalah sunyi
dan dekap yang paling dekat itu justru rasa berjarak

Bekasi, 3102018
Poetoe.

temani aku tenang, sayang

kita terikat dalam nyata
dan cinta tak sekedar lagi kata
melebur kita dalam tatap mata
dalam teramat dalam, di telaga kita

aku menamaimu cinta
karena tanpamu itu gulita
juga tabik tangan saat nestapa
adalah nada terindah dalam birama

jaga aku juga emosiku, sayang
aku liar tanpa nalar
kau yang mampu mengikatku tetap sadar
tetaplah di dekatku, redam dalam tenang.

Jakarta, 30012018
Poetoe

aparatur

komunal versus personal
jamaah versus infirodiyah
berpikir untuk bersama
berpikir untuk kepentingan pribadi

ada semangat untuk berbagi
ada dorongan untuk pelit

ada semangat untuk negeri
ada hasrat ambisi pribadi

biar pun mulanya adalah juang
eluan dan sanjungan melenakan
lahirkan benih jumawa
terlupa mula tujuan apa yang ia bawa

jika pertanyaannya adalah apa yang bisa kita lakukan,
maka cermin.
iya, butuh cermin untuk mematut diri
tak boleh ada sehelai saja
rasa ujub dan selintas ingin hebat sendiri

mau kita akhiri saja
atau biarkan kita menjadi aparatur syetan yang sah dan siap dilantik?

Bekasi, 29012018
Poetoe

pemulung saja

si penyair itu menyangkal dirinya pencipta
bukan; ini bukan karyaku
sekedar pemulung saja aku
mengumpulkan kata kata yang terserak saja
terserak dalam serpihan makna
terserak dalam serpihan rasa
yang menempel di dinding masa
yang membercak di setiap kejadian
serupa mozaik yang terpencar

tak ada yang baru, semua pernah terlahir dari rahim peradaban

ini hanya kliping
hanya tempelan dari bait bait lama

iya. pemulung kata
pengumpul makna.
saja.

Rest area 102 Cipali, 28012018
Poetoe

Rindu itu merdu

di kursi itu, kemarin ada kamu, sedang hari ini tidak.
ada yang hilang, padahal kemarin pun kita tak lalu banyak bincang
beberapa lama kau justru pulas tertidur saja
tapi benar memang, sekedar bernafas di sekitarmu saja itu sudah cukup

terkadang kehilanganlah yang menyadarkan peran.
aku butuh kamu.

ini mungkin rindu, terlahir dari lengkapnya pesona hari bersama kita.
ada tawa, ada kata kata bertautan, ada senyum, ceriamu menggulung kabut suramnya hari.

siang ini, aku rindu
dan itu merdu.

Tegal, 28012018
Poetoe

kenang juga lupa.

pengetahuan dan ketidaktahuan ada di ruang benak
kenangan adalah bilik kecil ingatan yang mengalirkan seduh indahnya pengetahuan
ruang gelap ketidaktahuan adalah misteri dari genangan hitam yang sesekali melebar oleh lupa

belajar adalah semangat menambah ruang terang pengetahuan
dan kenang mengenang adalah siraman lembut air rasa pada kebun ingatan
namun terkadang kita justru menghiba memohon lupa atas luka lama
alpa, lalai, lupa memang dibutuhkan untuk sembuhkan perih sakit hati

pada Ia sang penguasa ingatan
kubersyukur atas pengetahuan, ketidaktahuan, kenangan juga lupa
semua adalah bentuk Cinta sang Maha Cinta.

Pekalongan, 28 Januari 2018
Poetoe

Eyang dan panti asuhan

tentang lini masa yang terlihat jelas di kerut kelopak matanya,
senyum yang tak bosan hiasi wajah
senyum mengerti itu

indah karunia, saat pikun tak mendera di usia senja
dan tubuh renta itu tak lelahkan langkah
tetap himpun kebaikan yang terserak

adalah doa yang dirapalkannya untuk kita
dimudahkan pelaksanaan tugas kita
diringankan hati dalam keikhlasan

diakhiri dengan satu pinta
doakan agar ia khusnul khatimah
kami tentu aminkan, dengan bergetar dan air mata

menggigil.

Semarang, 28012018
Poetoe

Eyang ini adalah bu sudarmini, biasa dipanggil eyang. Seorang yang tak dikaruniai anak, lalu mendirikan panti asuhan di semarang dan demak. Saat ini sudah lebih dari 200 anak asuh, usia beliau pun sudah 87 tahun.

Bertemu, menatap wajahnya, mencium punggung tangannya sudah menjadi energi buat kami.

Kemarin kantor kami, KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan berkunjung ke sana. Menyesap doa dan inspirasi kebaikan mereka. Semoga menjadi pintu keberkahan bagi kita semua. Aamiin.

cinta itu kini

cinta ini tumbuh, hingga hari ini
terasa saat pagi ini duduk bersebelahan denganmu, kau yang terkantuk
pejaman mata lelah

telah panjang usia kita bersama

kau
demikian sabar redakan debar
demikian teliti menjaga hati
demikian lembut membaca sayup

duduk demikian dekat,
nafasmu memderu di sekitar
dulu mungkin aku lalu pegang tanganmu, mencuri hangatnya
tapi kini tidak, aku enggan mengganggumu
kau telah lelah untukku
kau butuh istirah

menatap mata terpejam itu
cukuplah.

Bekasi-Jakarta, 26012018
Poetoe

cerita cerita malam

dan malam kita hitam
cerita cerita kelam
tentang sumur tua yang mengajak tenggelam
dan rekam tayang gerak kalian diam diam

dua dunia namun tetap terhubung
sekat kita kengerian yang cembung
tanda tanya terbiar tak tersambung
oleh sunyi yang mendengung

pada akhirnya kita butuh ruang
untuk simpan sekam diam
biarlah saling jaga jarak
sementara tak usah saling sapa
tak saling tatap
terlalu enggan takut tergagap
sudah dulu ya
sudah
jangan lagi....
sementara ini

Brebes, 27012018
Poetoe

marka

marka jalan, polisi dan pelanggaran lalu lintas
marka kehidupan, nurani dan pelanggaran rasa
kita tak kuasa, menghalaunya
datang begitu saja

saat hujan, aku hanya butuh teduh payungmu
saat angin dingin datang, aku hanya butuh selinap hangat bahumu
saat lelah dan jatuh tersuruk, aku hanya butuh tabik tanganmu

jika lalu tumbuh rasa, tentu aku tak kuasa
kelirukah?

dan begitu roda menginjak marka jalan, sebelum lalu polisi datang mendekat, masih ada waktu perlahan mundur

dan begitu rasa di dada bergejolak pendam rasa, sebelum norma datang mendekap, masih ada waktu untuk katakan jujur, aku telah keliru.

Bekasi, 25012018
Poetoe

waktu terlipat

bagaimana waktu seolah terlipat
oleh bincang yang melompat
aku, kau, mereka, sekarang, dulu tanpa sekat

memungut kenangan itu dari bilik ingatan
serpihannya ruam ruam gelisah

bagaimana ruang seolah mempadat
oleh hiruk pikuk kenang yang berjingkat
luka, marah, terserah juga terlarang, tanpa sebab yang terikat

manis dendang
manisnya kenang
manisnya awan di langit kemarin
sudahi saja
sudahi saja.

Karawang, 26 Januari 2018
Poetoe

terbeku rindu

cobalah kau nikmati rasanya, sakit nyeri di pangkal otak itu mengendap endap, bersama sesap kopi pahit di suatu siang. lezat.

cobalah kau teliti nadanya, nyanyian hati di relung dada itu berbisik bisik, bersama dingin AC meniupi tengkuk di suatu siang. nikmat.

mengapa ada kalimat lama yang masih kembali terdengar di bilik ingatan? apakah ini kutukan rindu?

ah, kenangan memang hanya kebodohan lupa yang dengan mudah dikalahkan ingatan.

dan di tanah lapang kenang, yang diapit gunung pikiran dan lembah rasa itu, kau masih saja mendirikan tenda di sana. dan seenaknya berdiri sambil bersenandung.

aku terbeku rindu. gigil menggigil.

Pancoran, 25012018
Poetoe

rasa yang terpaksa

perseteruan lama antara rasa dan nalar
tak saling menyakiti memang, namun mereka sering tak saling mengerti
rasa bilang iya, nalar bilang tidak
rasa pilih ini, nalar pilih itu

demikian

pertemuan lagi pada satu hari
lalu duduk berhadapan, bercakap tentang kata kata sepakat
bahwa ikatan formal mesti ada
namun tak boleh lupakan peran rasa

lalu proses memaknai waktu itu
manjadi penuh berkas kasualitas
rangkaian sebab akibat,
seolah nalar memang demikian dominan mengebiri rasa
lalu melemparnya di pojok ruangan jiwa

tapi rasa tetap merdeka,
ia tak gentar
jangan paksa rasa, rasa tetap punya kuasa.

Bekasi, 25012018
Poetoe

Zoom

melihat dekat dan detail itu terasa hangat, lekuk benda jelas, teksturnya tampak tegas. seperti menatap wajah penuh cinta di satu senja yang terang. terbayang detail.

namun dekat tak mampu baca utuh. butuh jarak pisahkan antara subjek dan objek. distansi.

kamera terbang, pantau kondisi. melihat luas.

tak sekedar dekat kita butuh ruang sesaat, membaca semua.

membaca semua.

Bekasi, 24012018
Poetoe

Tentang aku

tentang aku itu memang tak menarik untuk dibahas, karena setelah aku membicarakanku selalu ada penyesalan. selalu ada pertanyaan untuk apa?

terkadang syetan hembuskan kebanggaan kecil dalam dada saat mendapat pujian, pula saat direndahkan ada sakit hati.

sudah pantaskah bangga juga sakit hati ini ada?

tak ada pujian yang pantas dibanggakan.
tak ada anggapan rendah yang pantas disakithatikan.

tentang aku itu memang tak menarik untuk dibahas. hanya menyianyiakan kata. Toh ujung ujungnya penyesalan.

buat apa?

Cirkle K, Pancoran. 25012018
Poetoe

sakit kita

dikunyah oleh ingatan sendiri
fakta sederhana yang menjadi tak sederhana
ternyata ingatan tak sekedar menyimpan
melainkan pula mengkaithubungkan
hingga mozaik itu terpapar di layar
isinya luka
juga anyir darah
kebengisan yang sopan
sadis yang manis

betapa sakit kita

sakit.

Bekasi, 24012018
Poetoe

Penggeseran arah

kendali kereta terlepas, perlahan jalannya menyimpang. demikian kecil selisih di pangkal, adalah jauh di ujung nanti.

awalnya siasati keterbatasan, lakukan terobosan, lalu kebablasan. penari lakukan gerakan baru harapan isi jeda sahaja, jadi keterusan ciptakan kekeliruan, kreasi namun terlempar dari pakem.

terkadang tak sadar, berniat perbaiki namun justru mulai kerusakan sistemik.

mesin ini bergesekan secara berlebihan, ciptakan percikan. menunggu pemicu, meledaklah semua.

Bekasi, 24012018
Poetoe

Canggung

canggung itu seperti cermin cembung, pantulkan wajah yang berbeda. racikannya ketidakdugaan, ketakbiasaan, genitnya rasa yang menguliti nalar.

canggung itu seperti dengung, saat kita gagal menerjemahkan hati dengan kondisi.

canggung itu sepertiku mula bertemu denganmu, dan mata terpesonaku tertangkap basah olehmu.

Cawang, 24012018
Poetoe

menyimpan api

kalap ingin melahap semua pesona, tak boleh satu pun remehkan ia. semua cara digunakan.
menunjukkan juga menjulurkan.
mempersembahkan juga melemahkan.
menginjak juga memusnahkan.

basi jika hanya terlihat, yang dibutuhkan adalah dielukan.

kalap ingin menangkap semua pujian, tak boleh satu pun terlewatkan. semua jalan ditempuh.
melumat juga menjilat.
menyerahkan juga memerahkan.
menendang juga menerbangkan.

basi jika hanya terlihat, yang dibutuhkan adalah dielukan.

Bekasi, 24012018
Poetoe

tak ada cerita siang itu

ada cinta di siang itu, lelaki itu menunggu di bawah pohon sedang yang ditunggu masih di ruang kerjanya, duduk diam berdebar. ia tak menyangka kencan ini benar benar terjadi.

dan makan siang itu hanya di restoran biasa, menunya juga biasa, hingga tak teringat detailnya, bahkan percakapannya pun biasa.

kau mungkin kecewa, ini seperti akan tak ada cerita, kecuali hanya sebuah kencan, janji bertemu seorang laki laki dan perempuan untuk makan siang, dan konon ada cinta di sana. tak ada istimewanya.

dan memang hanya seperti itu, cinta itu ada namun tak terucap, hanya hasrat yang tertahan dalam, berkibaran dalam dada.

Jakarta, 23012018
Poetoe

Jumat, 26 Januari 2018

cerita di kopi gelas kelima hari ini

kopi di gelas kelima hari ini, mengalir dalam tubuh, mengundang gelisah gundah dan sakit kepala yang aneh.

jalanan basah, kedengkian yang bernanah.
trotoar terbongkar, dusta mengular akar.

tapi benci pada syetan sekali pun menjadi pematik api, membakar hati.

luka berserakan, sepenuh ruang. jelaga dandani diri dengan kepura puraan. butuh kaca mata itu, yang sederhana terjemahkan apa saja, hitam putih saja.

khayalan memang terkadang melemahkan. konotasi juga persepsi menghisap energi. bodoh atas segala duga menyelamatkan. akan jernih jendela jiwa.

demikian.

Cawang ciliwung, 24012018
Poetoe

Rabu, 24 Januari 2018

Fragmen senja dalam hujan

hujan menghajar bumi
aku suka
berjalan saja tanpa berteduh
hajar saja aku
airmu basahiku
sembunyikan air mataku

bukankah air adalah obat segala luka
kuharap juga mujarap untuk luka ini
perih biarlah

saat kilat menyambar kutahu sebentar lagi guntur menggelegar
saat tepat untuk berteriak lantang
buang jauh jauh kesal, lepaskan gelisah terbang

terang sesaat
kembali gelap
derasnya seperti lenyap
gemuruhnya senyap

terduduk aku
nir nalar

jika masih luka biarkan aku tetap tak sadar

- tubuh lelaki itu rubuh, seperti seonggok kayu besar saja. hujan terus menderas-

Bekasi, 23012018
Poetoe

Rindu tak berbalas

senja hujan berkejaran mengetuk ketuk jalanan. seperti kerinduan yang memukul mukul hati, menunduk malu, apakah ia yang kurindu tahu?

tapi rindu haruskah berbalas?

jika rindu serupa luka, obatnya adalah pertemuan. jika tak berbalas maka pertemuan hanya mengobati yang merindu tapi mungkin bukan untuk yang dirindu.

apakah sepadan?

mungkin kita tak harus peduli. pengabaian adalah kunci. katakan saja padanya, jika pun kau tak rindu aku tak peduli, ini hanya untuk obati lukaku. jadi duduklah di sini. kau tak perlu bahagia, aku hanya butuh nafasmu terasa di sini.

cukup. itu saja.

Bekasi, 23012018
Poetoe

Alien itu aku.

di pojok ruangan itu aku berkelindan dengan sunyi. sementara seisi ruang gempita dalam senja. aku menatap saja dengan sesekali tersenyum namun terhenti, tersadar untuk apa, tak ada juga yang melihatku tersenyum.

aku makhluk asing. terasingkan entah karena apa. ada tak adanya pun tak ada beda. terabaikan itu awalnya luka. namun perlahan ternikmatkan.

terlepaslah aku dari ukuran kewajaran mereka. saat lakukan yang tak mungkin mereka lakukan pun tak ada yang anggap itu aneh. mungkin keanehan untuk orang aneh itu menjadi kewajaran.

aku putuskan, tetap menjadi alien, asing di pojok ruangan. berkelidan asyik saja dengan sunyi, dan lakukan keanehan yang tak lagi aneh karena diriku pun aneh.

Tugu pancoran, 23012018
Poetoe

senja luka

senja ini tertuliskan luka
kisah tentang kesepian yang dibangun sendiri
karena keriuhan hanya lahirkan nyeri
kepedihannya serupa kapak besar ditarik saja di lantai hati
derit panjang, membekaskan luka
hingga puncak perih itu lahirkan kebas
matanya menatap saja, tak lagi ada marah tak lagi ada air mata
sedih itu basi
desisnya perlahan, namun seisi ruang mendengarnya
karena jiwa terluka itu punya tenaga tersendiri

mata itu perlahan memerah
walau tetap tanpa air mata
seperti hendak berkata
aku tidak apa apa
padahal sangat telak rasa tertimpa masa beban banyak kejadian

malam kapan malam
senja terlalu menyiksa
berharap segera kelam tenggelamkan saja
dalam kematian mungkin tak lagi ada siksa.

mungkin.

jakarta, 23012018
Poetoe

Heroin

Lihat langit. Biru. Awan putih indah, seperti serbuk heroin tertebar.

Pemadat rindu. Serupa embun sejuk tersusun, menikmati harum pagi dengan hati yang sabar

Menenggak kecemasan. Ketidakjumpaan ini mengulitiku, denyut jiwa berdebar getar.

Di jalanan. Menjadi yang tercepat, mendorong menggumpalkan penat. Bayang senyummu menguraikan deru skuadron kuda besi yang menjalar.

Berharap mampu jarak kulipat, agar tubuhmu bisa kudekap cepat, erat. Namun belukar kedengkian halang jalar menjalar.

Adalah doa menjadi tuah. Berharap kebaikkan penuh rahmah, untuk mu. Di sisi kedengkian dunia yang tegak mengakar.

23012018
Noe and Nug.

Selasa, 23 Januari 2018

api, duri dan bara

terasalah bahwa marah itu api, setelah marah, gemuruh dada serupa air mendidih.

terasalah kedengkian itu duri, saat dengki hati ini tertusuk perih juga pedih.

terasalah ambisi ini bara yang panasnya mampu lupakan mana benar mana salah mana dholim mana adil.

masih mau kau turuti hati yang seperti itu?

tak takut musnah kau sebelum lebur dalam neraka nanti?

Bekasi, 22012018
Poetoe

sajak sore

duduklah sini, aku butuh kamu
terlalu banyak kejadian hari ini yang menghisap energi
bagaimana ketidakjujuran itu direncanakan demikian rapi
bagaimana keculasan itu dikemas demikian santun

duduklah di sini, aku butuh kamu
aku hanya butuh berdekatan
tanpa bincang pun tak mengapa
mendengar nafasmu itu sudah cukup
menatap mata jernihmu itu sudah redakan hati

terkadang lelah ingin istirah
tapi dunia bukan untuk itu bukan?

terkadang kantuk ingin duduk menunduk
tapi hidup bukan untuk itu bukan?

duduklah, mungkin kau nanti yang temani aku hingga di nafas akhirku.

mungkin saja.

Arah bekasi, 22012018
Poetoe

monika kita

pagi itu segar karena ia memang baru beranjak dari rehat malam. adalah irama embun yang menetes jatuh menguarkan aroma hujan.

senyum itu segar karena ia memang datang dari hati bahagia, ceria itu tak bisa dibuat-buat.

segar itu energimu, menghadapi apapun hari ini, senyum menggulung semua beban. dengan riang, rintang apalagi yang tak bisa kau lalui?

tiba tiba saja, kita tak lagi satu ruang, terasa ada yang hilang, tentu. tapi jejak yang kau tinggal cukuplah menjadi bekal kita, tetap dalam satu atap, ningrat tetap dalam ingat.

Fant4astic 4, 22 Januari 2018

menunggu

ini tentang kesepian dan kebisingan saat menunggu sang imam itu datang melamar.

serupa garis atas waktu dalam rentang umur yang menunggu garis yang lain berpapasan namun tak sekedar menciptakan irisan, harapannya tentu bergerak menyejajar lalu bertemu dalam garis satu, melangkah bersama.

dalam menunggu ada riuh yang mengganggu, ada kurva absurd yang saling tubruk, mengejawantah dalam bentuk monster kebisingan dengan cakar cakar keliaran.

namun ada juga sunyi yang nirbunyi menggigit hati dengan dengung panjang yang teramat panjang.

keduanya sama ciptakan siksa.

ujung malam lah sang penyelamat, ia sediakan ruang diam yang tepat,
untuk memohon mohon dengan kerjap mata menghiba, air mata dan geletar harap yang dahsyat.

air mata hingga fajar tiba, adalah energi suci saat mata tersetubuhi matahari di pagi nanti.

kilaunya indah.

Bekasi, 21012018
Poetoe.

Selamat pagi

jiwa telah diilhamkan padanya dua kecenderungan taat juga jahat
seperti gelas diri ini, hendak teraduk mengeruh atau menahan diri agar terendap menjernih
di antara kedua tarikan nalar yang berpera
memimpin perlawanan atas kemelekatan dunia

perjalanan panjang tentu melelahkan
nalar gemetaran terkuras energi
butuh rehat dan isi ulang tenaga
adalah berdiam diri di pangkal hari sebagai solusi
tapi jangan sekedar diam membayang bayang saja
kemayaan itu berbahaya
harus tetap tersadar
juga selalu libatkan Dia yang maha akbar

setelah fajar kembalilah keluar
sibak belukar dengan kelakar segar
sambut matahari

dan katakan selamat pagi.

Cawang, 22012018
Poetoe

lama

ini tentang kau dan senyuman itu. bagaimana ada senyum yang dahsyat menyelinap dan menginap lama dalam benak, padahal hanya sekali bertemu?

aku menebak nebak mengapa bisa. ini tak biasa.

baiklah aku ulang kembali kejadiannya. di depan kelas kita berhadapan kau bertanya tentang pelajaran tapi aku kehilangan nalar. selain senyum itu ada juga telaga dalam matamu yang menyeretku, menenggelamkanku.

aku terpana beberapa detik, sampai kau memanggilku di akhir kalimat. kembali ke bumi dan aku malu.

ini sudah sangat lama, namun membercak dalam.

dalam sekejap itu ada banyak data yang menerobos ke dalam memori hati. ada semesta yang mendirimu di lipatan benakku.

aku sakit kepala, bergiga giga bita memaksa tersimpan di otakku.

Jakarta, 21012018
Poetoe.

ketidaktemuan kita

waktu itu jeda antara kita. memisahkan kita dengan jarak yang mungkin sama dengan usiamu. dan jika pun lalu beririsan, tak sesuai dengan yang kita rencanakan.

menyelisih. mungkin kita memang dipertemukan untuk saling terselisihkan.

tapi ketidaktemuan kita mungkin itulah indahnya. serupa jeda antara dua bait. aku jadi kata terakhir di bait pertama dan kau jadi kata pertama di bait kedua.

dibilang saling berkejaran pun bisa jadi tak pantas, karena arah gerak tak berkesesuaian.

tapi cinta, mungkin tetap ada. serupa energi magnet yang menarik, namun tak pernah saling timpa, hingga akhir hari. demikianlah.

Jakarta, 21012018
Poetoe

sendiri di sunyi, kau datang berulang ulang

kesendirian ini menghadirkanmu di cawan ingatanku, bagaimana mula kukenal, hanya cambukan ujung mata di satu senja, aku terhenyak terbakar binar mataku oleh percikan kejap kelopak matamu.

dan kita tak lalu berkenalan.

hanya menyapa lewat nafas yang terhembus, juga nada. iya, kita bersalaman dalam nada.

kesunyian ini yang menayangulangkan fragmen itu, saat mula mula kau membuka lebih banyak lembaran buku hidupmu. dan aku tergugu, takjub oleh hikayat dramatismu.

dan kita tak lalu berpegangan.

hanya berbagi sajak tentang luka, berbagi bait cerita, bahkan mimpi yang pertemukan kita di bawah hujan dan lari lari kecil saat kugendong anakmu.

apakah demikian saja lalu usai?

Jakarta, 21012018
Poetoe

rindu lancang

rindu ini lancang, selalu datang padahal tak kuundang, seperti kantuk yang menyusup padahal jaga sedang benar benar aku butuhkan.

dan rindu ini pula yang menjadikan waktu seolah labirin, menggiring kita ke entah sampai mana, seperti gumpal rasa yang kehilangan selera.

dan pada tanah basah yang mulai mengering itu, aku bacakan satu sajak, tentang sepiku yang menyelinap di lipatan benak.

sajakku sebenar benar gelisah hari ini. seperti getar getar samar yang ku biar saja isi penuh sang benak.

Bekasi, 20012018
Poetoe

ingin tak tersadar

terkadang dosa kolektif di dalam "kita" itu dapat dirasakan, walau tak selalu terlihat, seperti angin pagi yang kandungan hujannya demikian terasa dalam aromanya. seolah ada mantra yang terdengar perlahan, memanggil awan untuk berkumpul menjadi hujan.

karena memang tak perlu banyak duga dan sangka, cukuplah rasa untuk dapat membaca bahwa masih ada dosa bersama itu.

kita belum sepenuhnya sembuh dari sakit menahun ini. masih demikian girang kita berlaku curang dalam mencapai apa yang kita ingini.

sementara citra terlanjur jadi berhala, seperti demikian mudahnya kita mati hanya karena persepsi orang lain. mudah sekali kita mati.

dan saat dari kita ada yang tersadar, dan ia ingin kita bersama beranjak dari dosa ini, entah mendapat kekuatan dari mana, kita bersegera sepakat untuk menampar dan menendangnya keluar.

geliatnya seperti bocah yang enggan terbangunkan, tak ingin tersadar, justru ingin tetap terkapar.

ya sudah.

Bekasi, 20012018
Poetoe

dingin

seperti apa bekasi saat rasa puncak? dingin, menggigil. apakah sedingin cakap yang usang tertahan norma dan timbang timbang panjang itu?

bagi perindu, sediam apapun itu tetap riuh dalam dada. bagi pecinta, sejarak depa membatas tetap dekat dan hangat dalam dada.

apakah kau rasa ataukah aku saja?

19012018
Poetoe

Senin, 22 Januari 2018

malam kita sama

malam kita sama, dengan langit hitam yang sama, juga suara malamnya serupa.

seperti sunyi yang berdetak, teramat sepi hingga detak itu sebenarnya jantung kita sendiri, dan kau pasti rasakan hal yang sama, bahwa pikiranmu tak mau berhenti. persis.

berharap pada angin yang mau membantu, agar meniupi dinding kening, agar hening semakin bening, agar kerak dalam benak bergerak lebih lambat, agar kantuk mau datang berkunjung.

rehat, kita sama butuh rehat.

Bekasi, 20012018, lewat tengah malam
Poetoe

kamu

aku dan malam serupa aku dan kamu, bersama saja sudah bahagia. malam itu gelap, lampu lampu lalu menyala, anginnya juga khas, demikian mudah aku ingat, mungkin serupa pula dengan nafasmu. rasa menyentuhnya ke pipi juga aromanya seperti cerita malam tentang peri peri di atas awan.

aku dan jalanan malam ini, serupa aku dan ceritamu tentang anak anak kita. kata katamu mengalir saja, seperti lampu kendaraan di jalanan yang beterbangan silau menyilau. anak anak kita demikian kamu kagumi, pula kamu bahagiai, begitu pun aku syukuri.

canda mereka yang harus kamu imbangi, keingintahuan mereka yang harus kamu puaskan, iseng mereka yang sering kamu cukupkan dengan kedipan matamu. ah, kamu mempesonaku utuh, entah dari mana lagi aku bisa kesal dan sebal padamu?

demikian pula saat rebah malam, aku malu saat harus keluhkan lelah, bukankah kamu pasti lebih pantas lelah dibandingkanku? kerjamu itu sama lelahnya denganku, urus anak dan rumah apalah yang telah aku lakukan dibandingkanmu? malu.

malam ini aku akui lelahku, demikian pula aku akui hebatmu. terima kasih telah menjadi bagian dariku.

Transjakarta, 19012018
Poetoe
untuk dua insan yang termabukasamarakan

waktu itu misteri, seperti kesempatan yang lahir dari kemacetan dan tetes hujan. siapa sangka?

apakah hangat itu lalu dirindukan dalam senja yang dingin? kecupan dan pelukan menjadi jawaban. dan tentu saja pada akhirnya kata sayang yang melambunglayangkan.

19012018

Kopi belajar

semangat belajar itu menyelamatkan. karena nalar sehat melindungi kita dari remah remah dosa.

dan pijakan mula nalar adalah kesadaran, bahwa pilah pilah mana benar dan mana salah itu penting, tentu juga dengan keberanian mengakui kesalahan, dan lalu mencari tahu bagaimana cara beranjak.

seperti pengakuanmu tentang gilamu atas belajar itu menggembirakanku, karena ilmu itu penerang, artinya kau bisa jadi matahari yang terangi langkah, dan tak perlu terlalu terang, nanti malah jadi bara panas untukku.

jika belajar adalah pilar, maka bincang kita bersama bergelas gelas kopi setiap senja itu adalah sekolah kita.

menjadi pijar cahaya yang jika meredup pun nanti tersambar cahaya lain.

kita barisan suluh yang berangkaian.

aku, kau, kita.

Halte pancoran tugu, 19012018
Poetoe.

tercebur

seperti tercebur saja, lalu arus air itu membawaku. bertemu kumpulan orang orang yang berusaha menyatukan hati, berbaris dalam irama yang sama.

padahal isi kepala mereka berbeda, ide bertaburan, namun saat terbahas bersama dalam lingkaran yang erat itu, sepakat mengikat. tak lagi ada ambisi diri yang berjingkat jingkat menyusup ke tengah notula rapat.

kesepakatan menjadi panduan arah gerak, beda hanya di ruang bicara saat kerja mereka melebur utuh.

tenaga, pikiran, bahkan perasaan berkelindan dalam irama yang padu. satu.

menjaganya dengan partitur yang jelas, norma dan fatsun, tentu juga dengan lantunan doa di setiap akhir pertemuan, doa ikatan hati. melibatkan Dia, dalam terjaganya ikatan hati bahkan jiwa.

tercebur namun ku bersyukur, ini kenikmatan yang tak semua beruntung merasakannya.

Jakarta, 19012018
Poetoe

Jumat, 19 Januari 2018

perempuan gimbal

perempuan itu berambut gimbal, kantung kain bergelantungan, aroma tubuhnya busuk. anaknya 3 tahunan berjalan di sebelahnya, sesekali berlarian mengitari ibunya

perempuan itu mencercau di sepanjang jalan, celotehnya tentang lelaki lelaki dalam hidupnya. nada gerutunya marah, namun kadang tertawa, bahkan terbahak bahak

bencana memang saat luka di jiwa menganga terlalu lama akan terisi oleh perih, penuh oleh sedih yang pekat.

endapannya hanya anyir yang nestapa

terlebih saat malam, dalam kegilaannya, ketidakmengertian yang kronis, perempuan itu dijemput dengan mobil, dimandikan, diberi wewangian untuk lalu dipakai. bahkan digilir ramai ramai.

kegilaan itu bertemu dengan kegilaan lain yang lebih sadis.

entah lalu siapa yang mau bertanggung jawab, saat hamil dan melahirkan. seorang bocah yang dalam fitrahnya terisi oleh kegilaan sejak sangat mula. menjadi liar dan nir sopan dan santun

pada bekas hujan di tanah basah suatu senja, aku berdendang lagu pilu.

tentang hari yang muram, sangat muram.

Bekasi, 18012018
Poetoe

Rabu, 17 Januari 2018

kota kecil

kota kecil yang menyimpan beban atas peradaban, berat. langkah kakinya terseret, luka memanjang, perihnya hingga ke benak, menggumpal

adalah gadis kecil sesenggukan di perempatan saat malam telah teramat malam, kesedihan atas ketidakjelasan

norma telah lama digudangkan, sebagai buku tua tebal dan tak terbaca, mereka sepakat menggantinya dengan lembaran rupiah dan sekalimat: sekedar buat makan

uang dan hasrat memiliki logika yang nyaris sama, mengalir saja.
sesekali terbendung menjadi gelombang yang tersimpan, lalu butuh liang liang kecil dan sekalimat: sekedar buang hasrat

dan tangis gadis kecil itu belum berhenti, tangannya mendekap di bawah punggung, tutupi bercak darah.

luka lama, lalu air mata.

Cawang, 18012018
Poetoe

bersama

mencintaimu itu seperti perjalanan, pada satu masa yang tak terdefinisi, seperti tak berkesudahan

membacaimu sepanjang waktu, dan setiap langkah adalah penghubung antara keingintahuan dan kekaguman oleh pesonamu

garis wajahmu itu adalah deretan huruf, berbaris membangun makna, menggumpalkan sebait arti, sayang

bagaimana tidak jika setiap pagi senyum itu yang mula penuhi retina mataku?

bagaimana tidak jika sesap rasa lezat yang kukecap setiap pagi itu adalah buah karyamu?

dan genggam tanganmu adalah teman kita untuk menghadapi matahari saat ia malu malu mengintip di balik awan di langit pagi

dan saat hari beranjak terang, aku bergumam pinta doa dengan nafas tenang, perkenankan aku nikmati hari bersama ini, lama

aamiin.

Bekasi, 18012018
Poetoe

rela

maghrib
saat langit wingit
merah di cakrawala
candik-ala
beterbangan makhluk gaib
raib

senja
keinginan menari manja
tidak kumengerti
mengapa seenaknya
mengumbar kata
tak peduli kubikel norma
tanpa birama nalar

terputus sudah
ketetapan yang tak kita inginkan
alasan rasional kehilangan kesempatan
terduduk saja di bangku cadangan

caraku tetap bahagia sih
dengan menatap langit
bertanya tentang maksud dan pesan Dia
untuk apa semua ini

dan jika tak terjawab
maka terima saja

kecerdasan untuk menerima adalah kunci.

Bekasi, 17012018
Poetoe

lakon

rembulan dan kita bercakap di teras rumah, seperti di setiap pekan itu. percakapan tentang pesan langit, yang harus kita ulang ulang baca dan endapkan. lalu hidup kita bahas bersama dengan kaca mata langit itu.

dan bersama sama kita terbahak. betapa dunia mencandai kita. lewat kebodohan kita sendiri. dengan kesedihan yang sangat saat kehilangan atas apa yang tak kita miliki. juga betapa semangatnya kita berupaya dengan sungguh sungguh hingga lupa upaya kita ini untuk apa. tujuan itu lenyap tersesat di sudut senyap.

dan konyolnya, dilanjutkan dengan belanjakan banyak barang yang tak kita butuhkan.

dunia itu canda dan sandiwara yang sederhana. kita terkadang naif terlalu bersemangat jalani lakon.

sementara itu, atas lakon ini tak lalu pasti mendapat tepuk tangan penonton.

bermainlah untuk dirimu.

dirimu.

Bekasi, 17012018 pukul 23.23
Poetoe.

Senin, 15 Januari 2018

matahari pagi

matahari pagi dan senyummu
mata indah itu dan awan putih di langit biru

padahal melotot marah
entah mungkin pura pura
tetap saja binarnya indah
pendar cahaya yang aku tangkap dengan kelopak mataku
kukunyah lewat retina
tersesap di pangkal otak

terus senyumlah
entah saat matahari pagi
ataupun siang
sama

bagiku akan sama menariknya.

Bekasi, 16012018
Poetoe

Pak Afwan

ada yang bertanya siapa lelaki yang berperan penting dalam hidupku?

aku jawab mantab: bapak

pak Afwan namanya
seniman, pematung juga pelukis
rambut gondrong dan berkumis
dia yang ajarkan aku menjadi pembelajar
belajar tanpa henti
bahkan saat diusir dari kelas karena tak kerjakan tugas, aku harus tetap berdiri di tepi jendela
tetap harus dengarkan pelajaran
juga saat dihukum karena rambut gondrong,
aku memilih hukuman berdiri di depan kelas
agar tetap bisa nikmati pelajaran

sebagai pembelajar tak boleh takut kritik
sekejam apa pun, kritik harus diterima sebagai ilmu
teringat betapa egaliternya bapak
saat berdebat denganku, ia membiarkan aku keras menyangkal pendapatnya, hingga membanting gelas... Duh...

pak Afwan, lelaki hebat itu
sesuai namanya selalu siap memaafkan
siapapun

setelah ia meninggalkan kami,
aku tak menemukan orang lain yang tak menyukainya

Bekasi, 15012018
Poetoe

siap

jakarta basah
senja lembab
hujan lembut peluk bumi

secangkir kopi, dingin
mi rebus hangat
senyummu lekat

gelisahmu dekat
mata bertanya penuh binar
keraguanmu kuusir, enyah

bukan jawab atas penasaran
melainkan kesiapan
atas takdir itu kuncinya

akal hanya penjaga
agar ruang dan waktu tetap bantu
bersiap atas segala vonis

berdoalah
akan aku aminkan

Jakarta, 15012018
Poetoe

Sadar bersandar nalar

dalam rimba kita butuh peta
dalam nada kita butuh birama
dalam cerita kita butuh tata kata

sampan kecil terlempar lempar ombak,
butuh kendali pada dayung
atau segera ikatkan di tonggak tepi dermaga

dalam karya terkadang meliar
karena merdeka adalah bekal kita
namun gelombang ide ini
harus segera tertaklukkan
tersadar butuh peran teman
untuk kendalikan layar
agar tak koyak oleh badai

berpegangan
bersandaran pada nalar

Pancoran, 15012018
Poetoe

api syak wasangka

bermula pada duga dan sangka
serupa kecipak pada dasar telaga yang dangkal
lumpur itu lalu menggelegak
ciptakan keruh
pekat

kebenaran itu bisa saja lalu lenyap
dalam rimbunnya ketidaktahuan
mendadak senyap
kehilangan titik terang itu
api syak wasangka membakar habis
kata percaya hilang terselip bebatuan ragu

duh

harus lebih serius lagi kumeminta
hiba penuh harap
hinakan diri
ampuni hamba
bersihkan dari segala jelaga hati
saat nampak begitu banyak keburukan orang
saat itu pula terbukti betapa kotor kaca mata hati ini

tersimpuh saja
rubuh dan luruh
aku malu

Pancoran, 15012018
Poetoe

rindu yang malu malu

bisa jadi saat ini, kau berpikir tentangku, bisa juga tidak
mungkin seperti rindu yang ragu
hanya serupa pertanyaan kecil kenapa aku belum berkirim kabar?
tak seperti biasa ya,
yang sehari tiga kali menyapa, atau sekedar "hai"

aku sendiri juga bertanya sebenarnya
kenapa tak menyapamu hari ini
padahal rindu
mungkin ini hanya seperti harga diri yang terlampau tinggi
atau sekedar permainan agar kau lalu rindu
kau tahu betapa indahnya dirindukan seseorang
apalagi yang secantik kau

dan lalu hari berlalu begitu saja
seperti biasa
dan aku tergugu, ada rasa ragu
mungkin menahan rindu ini keliru
seperti melonggarkan ikatan dan lalu burung itu terbebas lepas
tiba tiba jadi debar yang getarkan dada
haruskah aku segera menghubungimu?

jadilah fragmen ini siksa yang anggun
rindu yang malu malu
perlahan yang mengiris bak sembilu
perih dan nyeri
menggelepar aku dalam galau
yang kacau

bermenit menit bahkan lalu berubah menjadi berjam jam
aku hanya lelaki bodoh itu
memandangi monitor telepon genggam itu
tanpa lakukan apa apa.

Jakarta, 15012018
Poetoe

menantang

aku pergi ke bukit
menatap matahari
silau kutahan hingga perih mendidih
cahaya berlebih tumpah ruah
kelopak mata tak lagi sanggup menahan
meleleh dalam air mata

aku hanya ingin mengisi diri
dengan keberanian
menantang terang
walau akhirnya menjelma gelap
gulita, kesadaran terengut
lalu sepi, suara suara lenyap
sunyi menelan seluruh bunyi

nguuuung.....

Pancoran, 15012018
Poetoe

Minggu, 14 Januari 2018

pagi kita

dan pagi dengan aroma tanah basah
sajian rindu yang terbayar sudah
tarikan nafas utuh dan penuh
juga harum kopi yang telah kamu seduh

sini mendekatlah sejenak
biar kutatap lagi genang mata itu
terlalu banyak cerita
telah kita catatkan
goresan lembut pada sejarah kita

sini dekaplah aku sebentar
biar kukecup murungmu
hari masih panjang
pastikan pagi jadi energi
kuatkan hati di sepanjang waktu kita

aku kamu
padu.

bekasi, 15012018
Poetoe

Rindu hebat

ahai
malam mengindah
saat nada bercumbu dengan bait bait rindu
terlebih lalu angin menderu menggoreskan warna sendu
seraut wajah itu
demikian detail jelas nampak
warna pipi
juga birama garis hidungmu
pesona tak tertandingi

ahai
malam merona malu
rindu teramat kuat menggeliat
kuasai mimpi pada tidur sesaat itu
menggelegak jika tak kusenandungkan
mungkin akan meledakkan benak

aih
mesti bagaimana kukelola rindu ini
bantu aku
musnahkan ia dengan sejenak bertemu

........

jatibening, 12012018
Poetoe

Rindu merindu

pernahkah kau rasakan
saat kau sengaja tahan diri untuk tidak berkomunikasi dengannya
lalu ada pesan masuk
"sibuk mas?"

perbincangan kemudian biasa saja
tapi kau yakin
sapa tanya ia tentu bermula dari rindu
dan kau bahagia

keindahan sebuah rindu yang malu ia akui bahwa ia rindu
dan kau pun enggan membahasnya
tak ingin mengusik harga dirinya

biarlah
toh kalian sama tahu
sama sama rindu merindu.

Transjakarta, 12012018
Poetoe

Puisi setiap hari

aku terlahir bersama kata
walau kata ibu aku telat bisa berbicara
lama aku menjadi anak dengan kata kata aneh saja saat berkomunikasi
mungkin serupa mantra

suatu hari saat belajar solat
aku rukuk dan tatapan mataku justru mengintip di antara dua kaki
melihat meja di belakangku
dan aku bergumam tentang benda benda di sana
gelas
toples
piring

selepas solat orang tuaku bahagia
anaknya bisa berkata kata

kata bapakku, setelah itu aku berubah
menjadi sangat suka berkata
menonton wayang kulit semalaman
sambil terus bertanya tentang tokoh tokohnya

terus berlanjut
saat jelang masuk sekolah dasar
aku bisa baca
kata mulai ada dalam tulisan di kepalaku
aku mulai suka membaca
bahkan novel kubaca di kelas satu
ahai... Laila Majnun, ku ingat novel itu
bocah ingusan yang mulai terbuai puisi Qais yang ia cipta untuk Laila

begitulah
wajar jika kini
aku dan puisi seperti satu sisi
tak terpisah
membuatku malas menulis dalam satu buku
bukankah aku berpuisi di sepanjang hidupku?

jika kau mau bukuku,
silakan berjalanlah di sisiku. Selalu.

Tol arah bekasi, 12012018
Poetoe

Barisan

langkah kaki bersama dalam barisan
tegap dengan hitungan yang pasti
setiap detiknya pas dengan irama langkah
indah

langkah kaki bersama dalam barisan
tegap namun terkadang tergagap
saat cidera itu melahirkan ngilu
irama menjadi goyah
tak lagi padu
sesekali bahkan terinjak dari belakang

pemimpin barisan sejati
tak sekedar berintruksi
namun juga berempati
saat satu kaki terciderai
maka segera tiup peluit untuk berhenti

satu saja langkah goyah
bisa jadi rubuh seluruh tubuh pasukan

siap grak
majuuuuu jalan.

Cawang, 12012018
Poetoe

Calon ibu

aku hanya ingin cepat menikah
cinta nanti saja lah
aku yakin waktu akan memberi ruang untuknya tumbuh

bersegeraku ini karena sadarku
aku ingin menjadi bagian penting dari peradaban dunia
tanpa peran rahimku, khawatir dunia tak seindah nanti setelah anakku lahir

aku hanya perempuan
yang siap menjadi ibu
menjadi gerbang dunia pula pintu ilmu
buat mereka
para penerus negeri

jadi jangan sekali kali kau ajak aku pacaran
sudah basi
cinta cintaan model itu terlalu naif untukku
karena aku calon ibu
bukan sekedar perempuan cantik
yang pantas kau kencani

aku hanya ingin cepat menikah
cinta nanti saja lah
aku yakin waktu akan memberi ruang untuknya tumbuh

Halte UKI, 12012018
Poetoe

Penumpang itu

ia gadis cantik
dandan kekanakan namun terlihat ceria
berdiri beberapa jengkal saja
suaranya saat angkat telepon saja
sudah ubah suasana
sesak penumpang tak lagi terasa

Ahai...

sesaat kemudian ia diam,
telepon ia tutup
tiba tiba sepi
hanya deru mesin
juga nafas berat penumpang ekspresi lelah
aku kehilangan ceria itu
memaksaku mencari
terlihat ia di antara penumpang
tersenyum renyah sambil membaca pesan di gadgetnya

Aih....

energi itu
benarlah jika nabi berpesan
bahwa wajah ceria juga senyuman itu bernilai sedekah
bisa jadi keceriaan itu menyelamatkan banyak orang
selamat dari lelah yang mengunyah benak
letih yang menggerogoti emosi

tanpa kata
hanya doa
kuucapkan terima kasih untuknya

Transjakarta, 12012018
Poetoe

merdeka

aku mendekap beda
di setiap cerita
terkulai saja pada senja
mengeja namaMu
seperti mula dulu
saat mereka ajarkan hidup

terkulai menunduk saja
menanti panggilanMu
dan sepi mengunci pintu hati
terbiar diri sendiri
dengan hidangan dosa terserak
malu
bergetar bibir merapal permohonan ampunan
pengajuan penghapusan
aku ingin kembali merdeka, Tuhan
lelah terikat pada keakuan
letih emosi terperdaya ambisi

senja perlahan menggelap
hanya air mata.

Pancoran, 12012018
Poetoe

Kamis, 11 Januari 2018

Penumpang

berkendara umum di ibu kota
indahnya karena menangkap banyak rasa
wajah cantik lelah
wajah bocah yang tiba tiba bercilukba denganku

ahai...
sampai akhirnya ibunya yang melotot sewot

dan pemandangan penuh puing
bumi diaduk aduk mesin
monster pemakan tanah dan batu
tak kau dengarkah gerutu bumi?
ia terluka
namun bisa apa

duh...

kini derit mesin bis juga minta perhatian
besi besi itu berdencitan
menghiba
keluhkan terlambatnya ia diganti oli mesinnya

kasian
lelah dan terluka

tapi bisa apa
atau aku harus sampaikan ke sopirnya?

Pintu tol Bekasi timur, 11012018
Poetoe

Waktu Dhuha

benderangnya matahari di puncak benderangnya
terlahir tentu dari gelap malam di puncak gelapnya
dan kesendirianmu tidaklah lalu Tuhan meninggalkanmu
sungguh kelak akhirat itu jauh lebih utama dari pada kini di sini
dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu hati kamu menjadi puas.
bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu ?
dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk
dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan
sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang
dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya
dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan

Mengaji di bis. 11012018

surga

di depan sana musuh menghadang pasti
walau di balik gunung pasir itu
tapi gemuruhnya demikian keras terdengar
denting pedang dan tombak bergesekan
mereka sudah menunggu

kematian di depan mata
apakah nyali lalu menghiba agar kembali?

tidak

bahkan ia tersenyum
seorang penyair pecinta dan pencipta kalam itu
yang berangkat bertempur karena cintanya pada Tuhan dan nabinya
tersenyum saja
mata berbinar

ia bergumam bibirnya bergetar
jika kau dekati
maka yang terdengar adalah
satu kata yang terulang ulang

surga
surga
surga

dan saat bendera perang dikibarkan
ia menghambur gembira
menjemput cintanya
dengan berbinar.

Cawang, 11012018
Poetoe

Sihir cinta

bagaimana cinta menyihir kita
adalah serupa bagaimana lelah itu tiba tiba musnah
saat senyum kita bertemu pada senja itu
hanya selintas saja
tapi apa daya waktu saat sihir cinta bekerja
karena serta merta kini, nanti dan tadi lebur kehilangan makna
menjadi satu dalam kata "kita"

bagaimana cinta mengubah kita
adalah seperti saat kegelisahan itu moksa
hanya oleh dengus nafasmu pelan
yang tertangkap oleh dengarku
padahal demikian kejap
hanya detik satuan waktunya
tapi apa daya waktu saat sihir cinta bekerja
karena serta merta kini, nanti dan tadi lebur kehilangan makna
menjadi satu dalam kata "kita"

lalu kau masih ragu
bagaimana dahsyatnya cinta bekerja?

Transjakarta, 11012018
Poetoe

senggal sesal

sesak nafas
tersenggal
di dada ada satu anak panah tertancap
darah mengucur

dalam luka yang parah ternyata memang jadi hargai masa
setiap detik ternikmati
menghirup nafasnya sudah satu satu

dan perih mulanya itu
kini kebas, bebas
kematian seperti titian
hantarkan kasunyatan menyublim
sajikan mimpi yang hancur musnah
tak bersisa
sesal tak punya ruang
terbuang saja di sudut percuma.

indahkan jalan kematianku kelak, Tuhan...

Halte pancoran tugu, 11012018
Poetoe

Senja muram

selalu saja
yang tersisa adalah lelah
berbincang yang terlihat sederhana itu
ternyata menghisap banyak energi
seperti banyak kata yang terucap
lalu terbang menempel di dinding
kelak di hari itu
mereka akan menuntutku
menghakimiku, menuntut bukti
juga bertanya:
berapa yang terluka karena
kata itu
berapa yang pula terkapar mati

Agh

rehatku
ialah mendangak ke atas
menatap awan yang menggelap
dan kesedihan itu seperti listrik
melewati tubuh
hingga ke rongga hati
lahirlah kesedihan yang teramat dalam
menyalakan api sekam jiwa
seperti air terdidih
perlahan air mata tumpah

Halte Pancoran Tugu, 11012018
Poetoe

Selasa, 09 Januari 2018

Tonil

senja beranjak, sambil membanting pintu
ia marah, mungkin
karena jengah dengan bimbang yang menggemaskan
tergugu persis di gerbang
demikian lama, sibuk dengan bincang diri
tentang hati yang ingin terobati
namun berulang lagi lukai diri dengan belati
lagi
lagi

perih namun dinyanyikan
pedih namun ditonilkan

manusia
asyik dengan dramanya sendiri
menjemput konflik dengan ruas cerita
agar menarik
agar cantik
agar tetap dilirik pemirsa

manusia
tersesat oleh polesan bedak sendiri
silau oleh lampu panggung

dan.....

setelah tepuk tangan itu
ada kelegaan
namun juga gelisah
lakon ini terlalu dalam kuhidupi
bahkan cinta terlalu gulita
gelapkan akal sehatku

menunduk saja
berjalan perlahan di tengah penonton berjejalan.

Jakarta-Bekasi, 09012018
Poetoe

Dua berhadapan

di bawah senja
mereka berhadapan
masing masing menyimak detak jantung
juga denyut nadi
sesekali saling tatap
tak lama

perempuan muda itu menghembuskan nafas. berat
masih tanpa kata
lelaki itu justru lalu menunduk

udara di sekitar seperti berkidung
dalam sepi mereka
tentang cinta yang jangan lagi kau tanya
tentang batas yang jangan lagi kau sangsikan
tentang sepi yang ternikmati pasti

kata juga aksara pun usang saja

kita sama tenang jika tak bersama
walau mungkin akan sama tersiksa

mereka berdua masih berhadapan
tanpa kata
kini bertatapan
perlahan terlahir tetesan air mata
sesegukan
menjadi nada berirama
di tengah telaga senja, yang tetap berusaha untuk tenang
padahal gelora dalam dada
berdenyutan, meletup letup
sampai kini
sampai hari ini.

Jakarta Bekasi, 09012018
Poetoe.

Senin, 08 Januari 2018

Terbunuhnya marah

di bukit, aku memegang parang
bersitegang dengan diri
ijinku hendak aku bantai marah dalam diri
dan jelang gelap
yang tersisa hanya aku
bersama remah marah yang terkapar
di langit senja yang merah dikunyah malam

mengapa sekejam ini?

karena aku temui bahaya marah dalam denyut nadi
di sepanjang hari
serupa bakteri menguyah tubuh
membakar jiwa
menyebarkan kebencian

sebelum semua terlambat
aku tantang ia bertarung
di sini, di atas bukit
kutebas ia, hingga marah bersimbah darah
teronggok tanpa nyawa.

hari jadi benderang
terang namun tak panas lagi.

Jatibening, 09012018
Poetoe

rembulan bersiulan

malam ucapkan selamat malam
pada langit kelam
dan rembulan tampak berantakan
seperti baru terjaga dari rebah lama
angin menyanyi sunyi
lagu sepi tentang sendiri tanpa tepi
hidup terlalu riuh
menghirup pikuk pada kemarahan kolektif
pada canda tanpa birama
bersiulan ke sana kemari

serius mau berhenti?

sedu sedan di tepi perigi
sesal atau sekedar bingung
hati hendak di mana kau tambatkan

bersandarlah
menatap rembulan
semalaman.

Bekasi, 08012018
Poetoe

cinta tak biasa

cinta itu biasa
saat mulanya terpesona
lalu nikmati hari bersama
lalu enggan berpisah
lalu ingin saling miliki

cinta ini tak biasa
karena pesonanya justru pada
rasa yang ada di antara kita
lalu menikmati sepi dan sunyi sendiri sendiri
lalu berharap terpisah
lalu berharap tak saling miliki

cinta tak biasa
tanpa basa basi
tanpa permisi.

Jakarta, 08012018
Poetoe

cahaya itu

seperti dalam pertarungan
mendekat lalu menjauh
mencermati masalah
mengukurnya
mencari penawarnya
jangan sampai terluka
berharap bahagia
usir duka

seperti kamera
zoom in lalu zoom out
mengeja masalah
detail lalu mundur meluas
hingga temukan kenyamanan
pada gerak benak
enggan untuk membentur bentur

memang sudah jalannya
setelah iman itu cobaan
sayatan itu keniscayaan
jika tak ingin kalah
kuncinya pada cara pandang
kaca mata bahagia yang dikenakan
hingga luka jadi tawa
hingga pedih jadi benih senyuman
hingga nestapa menjadi dendang nada

ajari aku
bimbing aku
aku bisa sesat jika tanpa peta.

Jakarta-Bekasi, 08012018
Poetoe

Kelakar kopi

kesetiaanku pada pahitnya kopi ternoda
sehari sudah dua gelas kopi manis kusesap
yang terakhir sengaja tak ku aduk
namun rasa kopi adalah pencemburu
tentu ia tahu, ada kecap manis berselingkuh
walau samar ia tahu

dalam gelas kopi kita berkelakar
canda yang padat makna
tentang kebaikan yang butuh ruang pembiasaan
kondisi yang memungkinkan kebenaran terulang ulang
dan perlahan kekhilaf-salahan tergeser keluar dari ruang hari

ah...

bagaimana kita paham perlahan
bahwa dosa tak nyaman kita lakukan
bahwa perlawanan hak Tuhan atas hidup adalah kekeliruan
saat terhempas terasa lepas
tiada pegangan
berharap kematian saja yang datang

dan cahaya itu yang menderang
mencerahkan betapa bodohnya
hendak lari dari kesalahan yang memang pernah kita lakukan
kenapa pula masih berharap pada manusia?
air mata kesadaran
terjaga oleh kelakar senja

hanya terus belajar kuncinya
jangan ada kesombongan
walau setitik saja kan tutupi gerbang surga untuk kita
jangan isi penuh gelas kita
hingga selalu ada ruang
saat petunjuk itu datang

demikianlah kelakar senja
menabik makna
tertampar hati
malu, terlalu lama bersembunyi
dalam topeng diri

baiklah, ini saatnya aku buka
silakan baca aku
kehangatan canda ini membuatku percaya
bahwa keindahan kita adalah pada bincang hati
tanpa sekat
tanpa basa basi
itu.

Jakarta, 08012018
Poetoe

LDR (puisi cinta untuk yang terperangkap rasa terpisah jarak)

malam menatap langit, carilah bulan
kirimkan pesan lewat kerjap
menjadi peri peri kecil bersayap
terbang berpendar melalui cahaya
menujumu, di belahan bumi entah mana

bila angin lalu datang menjamu
lembut menerpa hati
kecup rindu
benak menggelepar nir nalar
nanar menatap bulan
cahyanya tertambat pada retina
bersama kenang tentang mu

jarak menanak rindu
menjadi kerak nan sendu
bisu
perlukah ku lawan
atau ku biarkan saja hati ini tertawan
pada interludemu
pada spasi
pada tanda waqof
pada jeda
karena ada harap akan jumpa.

Bekasi, Januari 2018
Poetoe

Menunduk pagi

duduk istirah jelang terbit matahari
mencengkeramai diri
tunduk dalam saja
sampai matahari menyapa manja

terawali tentu dari dosa dan salah
lalu wajah wajah
terlebih mereka yang sedang berseteru namun berusaha tanpa marah
berbeda namun terus berharap lalu saling setuju
pejaman mata, dalam
hadirkan Dia dalam diam
bergetar

ternyata diri masih simpan ambisi
juga harga diri yang teramat tinggi
hingga mudah tersulut sakit hati

duh

saat pendapat kita benar dan ada rasa bangga
atau ada cibiran saat merasa orang lain salah
adalah kegelisahan hasilnya

ah...

tersadar ternyata aku belum selesai
membaca cermat diri secara benar dan utuh
masih ada api yang sesekali menyala
bukan cahaya yang mencerahkan.

malu aku

Bekasi, 06012018
Poetoe

penjajahanmu atasku

bagaimana aku tak benci
jika sejak mula mencinta
kau sudah seenaknya menggumpal di kelopak mataku
hingga tak lagi ada matahari terang
semua samar, penuh bayanganmu

bagaimana aku tak benci
jika sejak mula aku merindu
kau sudah serupa pemahat batu
bergelantungan di dinding benak
pahatan tentangmu, guratan dalam
hingga penuh olehmu di ingatanku

bagaimana aku tak benci
jika secara tiba tiba kau jajah ruang kenangku
merebut kata lupa tentangmu
lalu
membuangnya
hingga genangan kenang itu hanya kamu

duh

aku penuh olehmu di sekujur ku.

Jakarta 05012018
Poetoe

(masih) Rabithah

saat terjebak sasar
kedengkian mengular
kebencian menyebar
kesedihan tak terbayar

duga membuar tebar luka dengan garam
api marah meliat geliat geram
butuh airmu
butuh senyummu itu

atau melompatlah
meninggi hingga tepi awan
agar paham betapa dunia mewah dan luas
kerdili diri betapa naif kita ini

masih pantaskah kau piara dugamu itu
sedang demikian jelas dengki itu takkan lahirkan arti
mengapa tak kau peluk saja ia
hamburkan sayang dan percaya

lalu senandungkan bersama
kidung tentang cinta yang mengikat
dalam pemahaman yang utuh
dan ketaatan yang sempurna

Tuhan,
kuatkan ikatan kami.

Jakarta, 05012018
Poetoe

siluet pagi

menyeruput kopi pahit pagi ini
menyesap gelisah yang wingit
menungguimu tersenyum
hingga waktu menggigit

bagaimana percaya tersusun
sedang mozaik itu terserak
satu satu
walau terseret seret
darah tercecer di sepanjang jalan

menatap matahari menancapkan
sembilu rindu
membran tembus
nyaris robek

mengakui ada irisan kenangan yang terselip
tak terlihat namun sulit terlupa
karena luka teramat dalam

di titik terakhir itu
tersimpuh terduduk
tertumpu pada lutut

maafkan aku

Jakarta, Januari 2018
Poetoe.

samar

waktu pandai benar berkelakar
memisahtemukan kita tanpa kabar
walau saat pisah pun
tak benar sebenar pisah
karena kau selalu di hati. pasti.

dan kopi adalah bahasa kita
dan jari jariku serupa tulisan untukmu
membacai mereka satu satu
bagiku adalah debar yang tak sebentar

lalu tawa
terbahak bahagia
bahkan mereka yang pernah bahagia olehmu pun mengerumuniku
bangga
seolah pemenang, karena mereka percaya, juga kau

pada mimpi yang bahkan sekedar mimpi pun aku malu
bibir gelisah bergetar
keinginan ranum menawar debar

bekasi, 04012018
Poetoe

dan ang-kita

kopi, tikus, kucing, anjing dan laut
lalu siang itu kami kecup

cinta, lawan, pasangan, diri dan lingkungan
menebak nebakjiwa
harum matahari kami sesap

mau bahagia atau berarti?

pelepas dahaga atau sebilah belati?

kebergantungan menjadi tuak
sandaran entah mungkin pelarian

aku, kau atau mereka...

KopiMana, 3 Januari 2018
Poetoe

Selasa, 02 Januari 2018

Rabithah

rapatkan barisan,
pastikan jangan ada sela
kita bersama dalam cinta, jangan ada syetan di antara kita

bangunan ini kokoh oleh taat
ikatannya saling percaya
ruang pribadi dan kreasi ada
namun tak boleh melewati batas ketundukan

terkadang ada jebakan di tengahnya
berupa gairah membela teman
solidaritas
namun lingkupnya sempit sebatas kelompok kecil

terpeleset bisa jadi jatuh
jatuh pada konflik yang tak perlu
dan bersama tentu lebih utama
jika beda, kita tetap bisa saling berdoa
kuatkan ikatan hati ini,
sampai nanti
sampai mati.

Bekasi, 03 Januari 2018
Poetoe

Senjakala kamajaya

mana sayap mengapa begitu senyap
beterbangan aku dan lukaku
berkelidan dengan awan
bercumbu dengan mendung
tak terkejar kau
justru terkecup rinduku
buyarlah, berkibaran rahsa ajaib itu

kerinduan yang tabu
cinta yang menggebu namun tak layak tayang
untuk apa

nalar memang bengis
pisau tajam logika siap mengiris
mencongkel bersih serpihan kamajaya
tandas habis

mana sisa

kita poranda
dua tubuh tanpa rasa
hanya raga
hanya raga.

Pajakafe, 02 Januari 2018
Poetoe

di dalam.

Pintu: adalah penghubung antara dalam dan luar
dan luar terlalu liar
riuh gempita dengan marah
saling menyalahkan
mau menang sendiri
Fitnah

membuat enggan beranjak
meringkuk saja di sini
sesekali pintu kubuka, agar bisa
melihat luar
melihat saja
tanpa keberanian melangkah ke sana

meringkuk saja di sudut dalam
ternyata tak lalu sepi
dalam hening terkadang justru lebih bening melihat semua

duduk di tepi belik kecil
air yang tergenang benar benar dari mata air
dingin dan sejuk
berlama lama tak kan bosan.

lalu pintu aku tutup
di dalam saja; cukuplah.

Bekasi, 1 Januari 2018
Poetoe

Semut itu

semut kecil hitam berkepala besar
sendirian saja
gerakan kepalanya mengangguk angguk
entah anggukan setuju atau tanda bahwa ia mengerti
tapi setuju atas apa
atau mengerti tentang apa

atau
jangan jangan ia meledekku
lelaki bodoh yang duduk di bawah pohon,
memandang semut di bebatuan
mungkin bukan sekedar memandang
melainkan saling berpandangan
dan ia yang lebih mengerti aku
dibanding aku mengerti dia

dan sepertinya memang iya
karena lalu ia mendekat
memanjat sandalku, hingga meraih jempol kakiku
berhenti di sana, mungkin ia mencermati tekstur kulit kakiku
menghitung berapa luka di jemari
bisa jadi ia juga menganalisa sebab luka itu
membaca masa laluku dari kulit kakiku

aku jadi takut
hendak kusentil pergi tapi....
terpikir jika ternyata bukan itu yang ia pikirkan? alangkah kejamnya

akhirnya aku biarkan saja
jika pun ia baca, lalu apa rugiku
ia toh tak punya sosial media untuk menyebarkan rahasiaku
paling ia hanya akan sampaikan ke teman teman sesama semut,
itu pun kalau ia bisa kembali pulang
melihat kesendiriannya, bisa jadi ia semut yang tak punya banyak teman
belum lagi cuaca yang mungkin sebentar lagi hujan
bisa jadi ia terbawa arus, lalu tersesat tak temukan jalan pulang

semut itu mendongak ke atas
seperti mencari wajahku
lalu mengangguk angguk lagi
entah anggukan apa
mungkin anggukan mengerti
tentang apa yang aku pikirkan

atau anggukan permisi, ia mau pamit
karena tak lama setelah itu
ia beranjak
begitu saja
tanpa gigitan

begitu saja.

Subang, 01 Januari 2018
Poetoe

tunduk

lipatan lengan baju sendiri yang terlihat
kepala bersandar pada tepi meja
aku lelah mendongakkan wajah
butuh istirah, tunduk saja
biarkan ruang pandang menyempit
hanya aku dan diriku saja

hingga helaan nafas yang tarik hembus pelan itu terasa setiap detailnya
hingga laju darah dalam nadi itu terasa denyutnya
hingga ingus yang tertahan di pangkal hidung itu terasa posisi persisnya
juga kopi yang mengalir hingga ke lambung itu terasa sensasinya

dan aku tak temukan orang lain
hanya aku dan diriku

benak aku rehatkan sesaat dari aktifitas kenang mengenang
hati aku hentikan sejenak dari kegiatan harap mengharap

nguuuuung.

hanya dua menit saja
terasa lama dan menyegarkan

01 Januari 2018
Poetoe.

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...