di bukit, aku memegang parang
bersitegang dengan diri
ijinku hendak aku bantai marah dalam diri
dan jelang gelap
yang tersisa hanya aku
bersama remah marah yang terkapar
di langit senja yang merah dikunyah malam
mengapa sekejam ini?
karena aku temui bahaya marah dalam denyut nadi
di sepanjang hari
serupa bakteri menguyah tubuh
membakar jiwa
menyebarkan kebencian
sebelum semua terlambat
aku tantang ia bertarung
di sini, di atas bukit
kutebas ia, hingga marah bersimbah darah
teronggok tanpa nyawa.
hari jadi benderang
terang namun tak panas lagi.
Jatibening, 09012018
Poetoe
Senin, 08 Januari 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
BAB 1 CAHAYA (Hari ke-1) Kebenaran sebagai Aksioma, Kebenaran seperti a ksioma, merupakan sebuah pernyataan yang sudah pasti kebenaran...
-
Belajar beberapa hal di beberapa hari ini. Tentang perencanaan yang matang atas segala sesuatu, bahkan gerak hati. Hehe.. aneh memang, gerak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar